Tuesday, 21 April 2015

Bank Perkreditan Rakyat



BAB I
PENDAHULUAN

1.1              LATAR BELAKANG
            Permasalahan - permasalahan seputar kondisi ekonomi kian hari kian meningkat, sifatnya pun semakin komplek, seperti permasalahan akan pengiriman uang ke berbagai daerah, kebutuhan akan jasa penyimpanan uang dan barang berharga lainnya, kebutuhan akan penyedia jasa peminjaman uang, dan lain-lain. Berlatarbelakang persoalan-persoalan kebutuhan tersebut, muncullah suatu bentuk badan usaha berupa bank ataupun lembaga keuangan lainnya yang memberikan jasa seputar kegiatan perekonomian. Dengan adanya bank tersebut perekonomian semakin berkembang pesat, hal ini karena perkembangan perekonomian tidaklah lepas dari suatu bank. Bank sendiri  adalah suatu badan usaha yang kegiatan usahanya menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkan kembali dana tersebut kepada masyarakat serta memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Dalam penyaluran dananya, tidak semata-mata memperoleh keuntungan sebesar-besarnya bagi pemilik bank tetapi juga kegiatannya itu harus pula diarahkan pada peningkatan taraf hidup masyarakat.
            Perkembangan perbankan menunjukkan dinamika dalam kehidupan ekonomi. Sebelum sampai  pada praktik-praktik yang terjadi saat ini, ada banyak permasalahan yang terkait dengan masalah-masalah perbankan ini. Masalah utama yang muncul dalam praktik perbankan ini adalah pengaturan sistem keuangan yang berkaitan dengan mekanisme penentuan volume uang yang beredar dalam perekonomian. Sistem keuangan, yang terdiri dari otoritas keuangan (financial authorities), sistem perbankan dan sistem lembaga keuangan bukan bank, pada dasarnya merupakan tatanan dalam perekonomian suatu Negara yang memiliki peran utama dalam menyediakan fasilitas jasa-jasa keuangan. Fasilitas jasa tersebut diberikan oleh lembaga-lembaga keuangan, termasuk pasar uang dan pasar modal.
            Bank merupakan lembaga yang berusaha untuk menyalurkan kredit sebanyak-banyaknya, begitu juga dengan BPR. BPR adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit atau dalam bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Dalam sistem perbankan di Indonesia Bank Perkreditan Rakyat diberi peran yang penting, yaitu memberikan pelayanan perbankan kepada usaha kecil atau usaha mikro dan sektor informal, terutama di daerah pedesaan. Dengan membantu dalam memberikan pelayanan perbankan khususnya dalam pemberian pinjaman untuk menciptakan pekerjaan mandiri kepada rakyat kecil yang bekerja dalam sektor informal di kota maupun di daerah pedesaan, Bank Perkreditan Rakyat berperan dalam membantu menciptakan lapangan kerja baru, pemerataan kesempatan berusaha dan pemerataan pendapatan.
            BPR merupakan Lembaga Keuangan Bank yang berfungsi untuk meningkatkan kebutuhan pelayanan akan jasa-jasa perbankan bagi masyarakat menengah. BPR memberikan jasa layanan simpanan dan kredit seperti layaknya bank umum, tetapi BPR tidak meberikan layanan giro ataupun kegiatan valuta asing dan asuransi,. Keuntungan yang diperoleh bank dari penyaluran kredit tersebut berasal dari selisih antara bunga kredit dan bunga simpanan yang merupakan sumber pendapatan bank yang utama. Akan tetapi BPR memiliki tingkat suku bunga yang tidak terlalu tinggi. Dalam hal ini kredit BPR wajib melaksanakan langkah-langkah yang tepat saat melaksanakan mekanisme penyaluran dan pencairan kredit yaitu : tahap-tahap permohonan, investigasi, analisis, keputusan persetujuan atau penolakan permohonan, pencairan kredit, administrasi, pengawasan dan pembinaan serta pelunasan kredit. Permasalahan dalam pemberian perkreditan ini adalah permasalahan multikriteria dimana bank harus tetap memperhatikan prinsip kehati-hatiannya dalam melakukan penyaluran kredit dan harus memperhatikan azas-azas perkreditan yang sehat agar tidak menimbulkan suatu resiko.
            Dalam makalah ini, kami akan menjelaskan mengenai bank sekunder atau  Bank Perkreditan Rakyat, yang mencakup materi tentang sejarah, perkembangan ,tugas, fungsi, peranan, tujuan dari BPR, kegiatan usahanya dan lain sebagainya.

1.2              RUMUSAN MASALAH
Dari uraian diatas penulis dapat merangkum beberapa rumusan masalah.
1.      Apa pengertian, sejarah dan perkembangan Bank Perkreditan Rakyat Di Indonesia?
2.      Bagaimana penjelasan mengenai sasaran, asas hukum dan landasan hukum Bank Perkreditan Rakyat?
3.      Bagaimana penjelasan mengenai organisasai Bank Perkreditan Rakyat?
4.      Bagaimana kegiatan usaha Bank Perkreditan Rakyat?
5.      Bagaimana fungsi, peranan dan tujuan dari Bank Perkreditan Rakyat?
1.3              TUJUAN
1.      Penulis ingin mengetahui pengertian, sejarah dan perkembangan Bank Perkreditan Rakyat Di Indonesia.
2.      Penulis ingin mengetahui penjelasan mengenai sasaran, asas hukum dan landasan hukum Bank Perkreditan Rakyat.
3.      Penulis ingin mengetahui penjelasan mengenai organisasai Bank Perkreditan Rakyat.
4.      Penulis ingin mengetahui kegiatan usaha Bank Perkreditan Rakyat.
5.      Penulis ingin mengetahui fungsi, peranan dan tujuan dari Bank Perkreditan Rakyat

















BAB II
PEMBAHASAN

2.1              PENGERTIAN, SEJARAH DAN PERKEMBANGAN BANK PERKREDITAN RAKYAT DI INDONESIA
2.1.1 Pengertian Bank Perkreditan Rakyat
Bank Perkreditan Rakyat atau yang biasa disebut dengan BPR adalah salah satu jenis bank yang dikenal melayani golongan pengusaha mikro, kecil dan menengah. Lokasi Bank Perkreditan Rakyat pada umumnya dekat dengan tempat masyarakat yang membutuhkan, sehingga Bank Perkreditan Rakyat banyak dijumapi di setiap daerah yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Bank Perkreditan Rakyat telah  ada sejak sebelum kemerdekaan yang dikenal dengan sebutan Lumbung Desa, Bank Desa, Bank Tani dan Bank Dagang Desa atau Bank Pasar.
Pengertian Bank Perkreditan Rakyat sendiri adalah bank yang kegiatan usahanya dilakukan secara konvensional atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.  Hal ini sesuai dengan Undang-Undang No. 7 tahun 1992 pasal (1) tentang Perbankan yaitu Bank Perkreditan Rakyat adalah bank yang menerima simpanan hanya dalam bentuk deposito berjangka, tabungan, dan/atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu, dan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No. 10 tahun 1998 seperti tersebut diatas. Dalam undang-undang tersebut secara jelas disebutkan bahwa ada dua jenis bank, yaitu bank umum dan bank perkreditan rakyat. Fungsi bank perkreditan rakyat menerima simpanan hanya dalam bentuk deposito berjangka tabungan, dan atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu. Selain fungsi tersebut, bank perkreditan rakyat juga memiliki keterbatasan dalam menjalankan usahanya seperti dilarang membaerikan jasa dalam bentuk simpanan giro.  Pada mulanya tugas pokok BPR diarahkan untuk menunjang pertumbuhan dan modernisasi ekonomi pedesaan. Namun, semakin berkembangnya kebutuhan masyarakat, tugas BPR tidak hanya ditujukan bagi masyarakat pedesaan, tetapi juga mencakup pemberian jasa perbankan bagi masyarakat golongan ekonomi lemah di daerah perkotaan. Dalam penyaluran kredit kepada masyarakat menggunakan prinsip 3T, yaitu Tepat Waktu, Tepat Jumlah, Tepat Sasaran, karena proses kreditnya yang relatif cepat, persyaratan lebih sede rhana, dan sangat mengerti akan kebutuhan Nasabah BPR.
Bank perkreditan rakyat yang terdapat di daerah pedesaan berfungsi sebagai pengganti bank desa, Kedudukannya ditingkatkan ke kecamatan dan diadakan penggabungan atas bank desa yang ada dan kegiatannya diarahkan kepada layanan kebutuhan kredit kecil untuk pengusaha, pengrajin, pedagang kecil, atau kepada mereka yang tinggal dan berusaha di desa tersebut tetapi tidak atau belum menjadi anggota KUD. Selain itu bank perkreditan rakyat menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk deposito berjangka, tabungan, dan/atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu.
BPR yang terdapat di daerah perkotaan adalah jenis Bank Pasar, Bank Pegawai, atau bank yang sejenis yang melayani kebutuhan kredit pengusaha dan pedagang kecil di pasar atau di kampung. Sumber pembiayaan kredit ini adalah berasal dari dana masyarakat yang dihimpun dalam bentuk deposito berjangka, tabungan, dan/atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu.         
2.1.2 Sejarah Bank Perkreditan Rakyat
Sejarah bank perkreditan rakyat dimulai pada masa kolonial Belanda pada abad ke-19 dengan dibentuknya Lumbung Desa, Bank Desa, Bank Tani, dan Bank Dagang Desa, dengan tujuan membantu para petani, pegawai, dan buruh untuk melepaskan diri dari jerat pelepas uang (rentenir) yang memberikan kredit dengan bunga tinggi. Pasca kemerdekaan Indonesia, didirikan beberapa jenis lembaga keuangan kecil dan lembaga keuangan di pedesaan seperti Bank Pasar, Bank Karya Produksi Desa (BKPD), dan mulai awal 1970an, Lembaga Dana Kredit Pedesaan (LDKP) oleh Pemerintah Daerah. Pada tahun 1988, Pemerintah mengeluarkan Paket Kebijakan Oktober 1988 (PAKTO 1988) melalui Keputusan Presiden RI No.38 yang menjadi momentum awal pendirian BPR-BPR baru. Kebijakan tersebut memberikan kejelasan mengenai keberadaan dan kegiatan usaha “Bank Perkreditan Rakyat” atau BPR. Dengan dikeluarkannya Undang-Undang No.7 tentang Perbankan tahun 1992 (UU No.7/1992 tentang Perbankan), BPR diberikan landasan hukum yang jelas sebagai salah satu jenis bank selain Bank Umum.
Sesuai UU No.7/1992 tentang Perbankan, Lembaga Keuangan Bukan Bank yang telah memperoleh izin usaha dari Menteri Keuangan dapat menyesuaikan kegiatan usahanya sebagai bank. Selain itu, dinyatakan juga bahwa lembaga-lembaga keuangan kecil seperti Bank Desa, Lumbung Desa, Bank Pasar, Bank Pegawai, LPN, LPD, BKD, BKK, KURK, LPK, BKPD, dan lembaga-lembaga lainnya yang dipersamakan dengan itu dapat diberikan status sebagai BPR dengan memenuhi persyaratan dan tata cara yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah (PP).
Selanjutnya PP No.71/1992 memberikan jangka waktu sampai dengan 31 Oktober 1997 bagi lembaga-lembaga keuangan tersebut untuk memenuhi persyaratan menjadi BPR. Sampai dengan batas waktu yang ditetapkan, tidak seluruh lembaga keuangan tersebut dapat dikukuhkan sebagai BPR karena tidak dapat memenuhi persyaratan yang ditetapkan.
BPR yang didirikan sesudah PAKTO 1988 maupun Lembaga Keuangan yang dikukuhkan menjadi BPR sesuai dengan PP No.71/1992, tunduk pada ketentuan-ketentuan yang diatur dalam Undang-undang Perbankan dan peraturanperaturan yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia sebagai otoritas pengawas bank. Khusus Badan Kredit Desa (BKD), meskipun lembaga tersebut sesuai UU No.7/1992 tentang Perbankan, diberikan status sebagai BPR, namun karena organisasi dan manajemennya relatif sederhana, lingkup usahanya sangat kecil, serta operasionalnya tidak setiap hari, maka pengaturan dan pengawasan terhadap BKD pun tidak dapat disamakan dengan BPR.
Dengan mempertimbangkan karakteristik yang spesifik, jumlah dan sebarannya serta secara historis sebelum PAKTO 1988 pengawasan BKD dibawah kewenangan BRI maka pengawasan BKD dilakukan oleh BRI untuk dan atas nama Bank Indonesia.
2.1.3 Perkembangan Bank Perkreditan Rakyat Di Indonesia
Bank Perkreditan Rakyat (BPR) merupakan salah satu jenis bank yang dikenal melayani golongan pengusaha  mikro, kecil dan menengah. BPR merupakan lembaga perbankan resmi yang diatur dalam Undang-Undang Perbankan yang berfungsi tidak hanya sekedar menyalurkan kredit dalam bentuk kredit modal kerja, investasi maupun konsumsi tetapi juga melakukan penghimpunan dana masyarakat dalam bentuk deposito berjangka, tabungan dan bentuk lain yang dipersamakan dengan itu.
Sebagaimana halnya dengan Bank Umum, masyarakat yang menyimpan dana di BPR juga  dijamin Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), selama penempatan yang dilakukan tersebut memenuhi kriteria yang telah ditentukan LPS. Sebagai perbandingan, dari bulan Oktober 2012 hingga Maret 2013, jika LPS menjamin simpanan dalam rupiah pada Bank Umum dengan tingkat bunga 5,5% maka untuk BPR, LPS menjamin hingga tingkat bunga 8%. Hal ini membuat deposito berjangka yang ditawarkan BPR  memiliki tingkat bunga yang lebih menarik dibanding Bank Umum. Berikut ini beberapa fakta menarik seputar perkembangan BPR konvensional (non-syariah) di Indonesia berdasarkan data yang diolah dari statistik perbankan yang diterbitkan Bank Indonesia hingga Maret 2013.
Hingga akhir Maret 2013, kredit yang disalurkan oleh BPR konvensional mencapai 52,6 triliun rupiah sementara dana yang dihimpun dari masyarakat dalam bentuk tabungan dan deposito (dana pihak ketiga) mencapai sekitar 45,5 triliun rupiah. Rata-rata kredit yang diberikan selama 6 bulan (Oktober 2012 hingga Maret 2013) sekitar 50,5 triliun rupiah sedangkan dana pihak ketiga yang berhasil dihimpun rata-rata mencapai 44,6 triliun rupiah. Hal ini menunjukkan bahwa, dalam kurun waktu 6 bulan terakhir (hingga Maret 2013), BPR konvensional berhasil dengan baik menjalankan fungsi utama perbankan yaitu fungsi intermediasi.
Tercatat ada sembilan provinsi di mana BPR konvensional berhasil menyalurkan kredit rata-rata di atas 1 triliun rupiah selama 6 bulan terakhir (hingga Maret 2013) yakni: Jawa Tengah (Rp. 11,39 triliun), Jawa Barat (Rp. 7,97 triliun), Jawa Timur (Rp. 5,92 triliun), Bali (Rp. 4,77 triliun), Lampung (Rp. 4,31 triliun), Kep. Riau (Rp. 2,51 triliun), D.I. Yogyakarta (Rp. 2,41 triliun), DKI Jaya (Rp. 1,06 triliun) dan Sumatera Barat (Rp. 1,05 triliun). Total penyaluran kredit di sembilan provinsi tersebut mencapai 82% dari total 50,5 triliun rupiah. Hal yang sama dalam hal penghimpunan dana di kesembilan provinsi tersebut melalui BPR konvensional hingga akhir Maret 2013 yang mencapai 38 triliun rupiah dari total sebesar 45,5 triliun rupiah. Ini membuktikan bahwa perputaran uang dan perekonomian yang diharapkan merata ke seluruh pelosok Indonesia masih terkonsentrasi di Jawa, Bali, Sumatera, dan sekitarnya.
Dari total 1.653 BPR konvensional di Indonesia yang tercatat pada statistik Bank Indonesia, sebanyak 1.277 BPR berada di kesembilan provinsi tersebut di atas. Untuk soal kemampuan BPR dalam penghimpunan dana maka Lampung dan Kep. Riau sepertinya menjadi jagonya. Dengan jumlah hanya 26  BPR pada akhir Maret 2013, Lampung berhasil menghimpun dana sebesar Rp. 3,29 triliun sementara Kep. Riau yang tercatat  memiliki 40 BPR berhasil menghimpun dana sebesar Rp. 2,74 triliun. Bandingkan dengan Jawa Tengah dengan 259 BPR yang menghimpun dana Rp 10,69 triliun atau Jawa Timur dengan 331 BPR yang menghimpun dana sebesar Rp 4,98 triliun.
Dari segi jumlah debitur pada akhir Maret 2013, maka Jawa tengah (816.778 rekening), Jawa Barat (746.516 rekening) dan Jawa Timur (666.656 rekening)  mengakumulasi 68,85% total debitur BPR konvensional di Indonesia. Hal ini menunjukkan bahwa penyerapan kredit sangat tinggi di ketiga provinsi tersebut.
Kep. Riau menunjukkan kondisi yang berbeda dari delapan provinsi lainnya yang tersebut di atas karena hingga akhir Maret 2013, penghimpunan dana melebihi penyaluran kredit. Dengan jumlah deposito sebanyak 13.401 rekening pada akhir Maret 2013, dana yang berhasil dihimpun dari instrumen ini mencapai Rp 2,35 triliun. Bandingkan dengan Jawa Tengah yang memiliki 141.598 rekening deposito (33,37% dari total rekening deposito BPR konvensional secara nasional) yang hanya berhasil menghimpun Rp. 6,02 triliun.
Rata-rata suku bunga kredit dalam mata uang rupiah Bank Umum dalam 6 bulan yang berakhir pada Maret 2013 untuk kredit modal kerja sebesar 11,54%, kredit investasi sebesar 11,27%  dan kredit konsumsi sebesar 13,43%. Sedangkan pada BPR: kredit modal kerja sebesar 30,91%, kredit investasi sebesar 26,76%  dan kredit konsumsi sebesar 25,97%.
Pada bulan Desember 2012 lalu, Bank Indonesia menerbitkan peraturan yang mengatur tentang pemberian kredit atau pembiayaan oleh Bank Umum dan bantuan teknis dalam rangka pengembangan usaha mikro, kecil dan menengah. Disebutkan secara bertahap hingga tahun 2018, Bank Umum wajib memberikan kredit atau pembiayaan UMKM paling rendah 20% dari total kredit atau pembiayaan. Pembiayaan tersebut dapat dilakukan secara langsung kepada UMKM atau tidak langsung melalui kerjasama pola executing, channeling atau secara sindikasi. Pembiayaan tidak langsung dapat dilakukan antara lain melalui BPR.
Menyimak statistik perbankan BPR konvensional hingga Maret 2013 dan keberhasilan BPR dalam melakukan fungsi intermediasi, masih terbuka luas kesempatan bagi Bank Umum untuk melakukan channeling melalui BPR. Keuntungan yang diperoleh oleh Bank Umum melalui  cara tersebut antara lain adalah dapat mengandalkan BPR dalam infrastruktur serta pengalamannya menilai resiko kredit debitur UMKM, yang selama  ini mungkin belum didalami oleh Bank Umum. Dalam jangka panjang dengan kebijakan yang ditempuh Bank Indonesia tersebut, diharapkan dapat menekan suku bunga kredit BPR konvensional karena semakin meningkatnya supply dan kemudahan akses dana dari Bank Umum melalui penyaluran kredit langsung atau tidak langsung kepada UMKM tersebut.

2.2       SASARAN, ASAS HUKUM, DAN LANDASAN HUKUM BANK PERKREDITAN   RAKYAT
2.2.1  Sasaran Bank Perkreditan Rakyat
Melayani kebutuhan petani, peternak, nelayan, pedagang, pengusaha kecil, pegawai, dan pensiunan karena sasaran ini belum dapat terjangkau oleh bank umum dan untuk lebih mewujudkan pemerataan layanan perbankan, pemerataan kesempatan berusaha, pemerataan pendapatan, dan agar mereka tidak jatuh ke tangan para pelepas uang (rentenir dan pengijon), karena BPR umumnya ditujukan untuk masyarakat golongan ekonomi lemah bukan hanya di pedesaan saja tetapi untuk masyarakat perkotaan golongan ekonomi lemah juga.
2.2.2  Asas Bank Perkreditan Rakyat
Dalam melaksanakan usahanya BPR berasaskan demokrasi ekonomi dengan menggunakan prinsip kehati-hatian. Demokrasi ekonomi adalah sistem ekonomi Indonesia yang dijalankan sesuai dengan pasal 33 UUD 1945 yang memiliki 8 ciri positif sebagai pendukung dan 3 ciri negatif yang harus dihindari (free fight liberalism, etatisme, dan monopoli). Pasal tersebut diantara nya berbunyi:
“ Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional”.
Penjelasan pasal 33 menyebutkan bahwa “dalam pasal 33 tercantum dasar demokrasi ekonomi, produksi dikerjakan oleh semua, untuk semua dibawah pimpinan atau penilikan anggota-anggota masyarakat. Kemakmuran masyarakatlah yang diutamakan, bukan kemakmuran orang seorang”. Selanjutnya dikatakan bahwa “Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung dalam bumi adalah pokok-pokok kemakmuran rakyat. Sebab itu harus dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”.
Sehingga, sebenarnya secara tegas Pasal 33 UUD 1945 beserta penjelasannya, melarang adanya penguasaan sumber daya alam ditangan orang-seorang. Dengan kata lain monopoli, oligopoli maupun praktek kartel dalam bidang pengelolaan sumber daya alam adalah bertentangan dengan prinsip pasal 33.

2.2.3  Landasan Hukum Bank Perkreditan Rakyat
Landasan Hukum BPR ialah UU No.7/1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan membuat UU No.10/1998. Dalam UU tersebut secara tegas telah disebutkan bahwa BPR adalah Bank yang melaksanakan segala kegiatan usaha secara konvensional atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Kegiatan usaha BPR terutama ditujukan untuk melayani usaha-usaha kecil serta masyarakat di daerah pedesaan pada dasarnya. Bentuk hukum BPR dapat berupa Perseroan Terbatas maupun Perusahaan Daerah, atau Koperasi.
2.3              ORGANISASI BANK PERKREDITAN RAKYAT (BPR)
2.3.1 Anggota Direksi & Dewan Komisaris Bank Perkreditan Rakyat
Anggota  Direksi dan Dewan Komisaris wajib memenuhi persyaratan :
a.       Kompetensi;
b.      Integritas; dan
c.       Reputasi keuangan
Pemenuhan persyaratan bagi anggota Direksi dan Dewan Komisaris diatas dilaksanakan sesuai dengan ketentuan mengenai penilaian kemampuan dan kepatutan (fit and proper test) BPR. Jumlah anggota Direksi minimal berjumlah 2 orang dengan pendidikan minimal D3.
Anggota Direksi dilarang mempunyai hubungan keluarga dengan :
a.       Anggota Direksi lainnya dalam hubungannya sebagai orang tua, mertua, menantu, suami, isteri, saudara kandung, atau ipar; dan/ atau
b.      Anggota Dewan Komisaris dalam hubungannya sebagai orang tua, mertua, menantu, suami, isteri, atau saudara kandung.
Anggota Direksi dilarang merangkap jabatan sebagai Anggota Direksi atau Pejabat Eksekutif pada lembaga perbankan, perusahaan, atau lembaga lain.
Jumlah anggota Dewan Komisaris minimal 2 orang dan minimal 50% anggota Dewan Komisaris memiliki pengalaman di bidang perbankan. Anggota Dewan Komisaris hanya dapat merangkap jabatan sebagai komisaris paling banyak pada 2 BPR atau pada 1 Bank Umum.

2.3.2 Pendirian Badan Usaha
            Bentuk hukum suatu Bank Umum dapat berupa perseroan terbatas, koperasi, atau perusahaan daerah, dan hanya dapat didirikan seizin Direksi Bank Indonesia. Untuk memperoleh izin usaha tersebut, seseorang wajib memenuhi persyaratan minimal tentang susunan organisasi dan kepengurusan, pemodalan, kepemilikan, keahlian di bidang perbankan, dan kelayakan rencana kerja.
Pendirian bank perkreditan rakyat dapat dilakukan oleh:
1.    Warga Negara Indonesia
2.    Badan Hukum Iondonesia yang seluruh kepemilkannya oleh WNI
3.    Pemerintah Daerah, atau
4.    Dua pihak atau lebih sebagaimana dimaksud dalam angka (1), (2), dan (3).
Sehingga berdasarkan dikatakan bahwa kepemilikan bank perkreditan rakyat dapat berlaku bila :
a)      BPR hanya dapat didirikan dan dimiliki oleh warga negara Indonesia, badan hukum Indonesia yang seluruh pemiliknya warga negara Indonesia, pemerintah daerah, atau dapat dimiliki bersama di antara warga negara Indonesia, badan hukum Indonesia yang seluruh pemiliknya warga negara Indonesia, dan pemerintah daerah.
b)      BPR yang berbentuk hukum koperasi, kepemilikannya diatur berdasarkan ketentuan dalam undang-undang tentang perkoperasian yang berlaku.
c)      BPR yang berbentuk hukum perseroan terbatas, sahamnya hanya dapat diterbitkan dalam bentuk saham atas nama. Perseroan terbatas adalah suatu badan hukum untuk menjalankan usaha yang memiliki modal terdiri dari saham-saham, yang pemiliknya memiliki bagian sebanyak saham yang dimilikinya. Karena modalnya terdiri dari saham-saham yang dapat diperjualbelikan, perubahan kepemilikan perusahaan dapat dilakukan tanpa perlu membubarkan perusahaan.
d)     Perubahan kepemilikan BPR wajib dilaporkan kepada Bank Indonesia.
e)      Merger dan konsolidasi antara BPR, serta akuisisi BPR wajib mendapat ijin Menteri Keuangan sebelumnya setelah mendengar pertimbangan Bank Indonesia. Ketentuan mengenai merger, konsolidasi, dan akuisisi ditetapkan clengan Peraturan Pemerintah.
Sesuai denga SK Direksi Bank Indonesia No. 32/35/KEP/DIR tanggal 12 Mei 1999 tentang Bank Perkreditan Rakyat dikatakan bahwa modal disetor untuk mendirikan BPR ditetapkan sekurang-kurangnya sebesar:
a.       Lima miliar rupiah untuk BPR yang didirikan di wilayah DKI Jakarta
b.      Dua miliar rupiah untuk BPR  yang didirikan di DKI Jakarta, dan Kabupaten/ Kotamadya Tangerang, Bogor, Bekasi, dan Karawang
c.       Satu miliar rupiah untuk BPR yang didirikan diwilayah Ibukota Provinsi di luar wilayah yang disebut dalam huruf  (a)
d.      Lima ratus juta rupiah untuk BPR yang didirikan diluar dan wilayah yang disebut dalam huruf (a) dan (b).
            Dinyatakan juga bahwa dalam upaya membantu kelancaran operasional, bank umum dapat membuka kantor cabang hanya dalam wilayah provinsi yang sama dengan kantor pusatnya seizin Direksi Bank Indonesia.  Artinya jika ingin mendirikan bank atau pembukaan cabang baru maka diharuskan untuk memenuhi berbagai persyaratan yang telah ditentukan Bank Indonesia. Bank Indonesia mempelajari permohonan tersebut untuk menjadi bahan pertimbangan dalam mengambil keputusan.
            Sementara itu, modal disetor bagi BPR yang berbentuk badan hukum Koperasi adalah simpanan pokok, simpanan wajib, dan hibah sebagaimana diatur dalam undang-undang tentang perkoperasian. Paling sedikit 50% dari modal disetor BPR wajib digunakan untuk modal kerja.
            Salah satu pertimbangan dalam pemberian izin BPR oleh BI adalah hasil analisis atas potensi dan kelayakan pendirian BPR yang harus disampaikan sebagai salah satu persyaratan, yang meliputi penilaian terhadap :
a.       Aspek demografi dan ekonomi wilayah;
b.      Jumlah dan pertumbuhan lembaga perbankan termasuk lembaga keuangan mikro;
c.       Rencana kegiatan usaha yang mencakup sumber dana dan penyaluran dana serta langkah-langkah kegiatan yang akan dilakukan dalam mewujudkan rencana dimaksud;
d.      Proyeksi keuangan secara bulanan untuk tahun pertama, dan secara tahunan untuk 2 tahun berikutnya, sejak BPR melakukan kegiatan operasional; dan
e.       Perencanaan sumber daya manusia.

2.3.3  Perizinan Bank Perkreditan Rakyat
1.      Usaha BPR harus mendapatkan ijin dari Menteri Keuangan, kecuali apabila kegiatan menghimpun dana dari masyarakat diatur dengan undang-undang tersendiri.
2.      Ijin usaha BPR diberikan Menteri Keuangan setelah mendengar pertimbangan Bank Indonesia.
3.      Untuk mendapatkan ijin usaha, BPR wajib memenuhi persyaratan tentang susunan organisasi, permodalan, kepemilikan, keahlian di bidang perbankan, kelayakan rencana kerja, hal-hal lain yang ditetapkan Menteri Keuangan setelah mendengar pertimbangan Bank Indonesia, dan memenuhi persyaratan tentang tempat kedudukan kantor pusat BPR di kecamatan. BPR dapat pula didirikan di ibukota kabupaten atau kotamadya sepanjang di ibukota kabupaten Jan Kotamadya belum terdapat BPR.
4.      Pembukaan kantor cabang BPR di ibukota negara, ibukota propinsi, ibukota kabupaten, dan kotamadya hanya dapat dilakukan dengan ijin Menteri Keuangan setelah mendengar pertimbangan Bank Indonesia. Persyaratan dan tatacara pembukaan kantor tersebut ditetapkan Menteri Keuangan setelah mendengar pertimbangan Bank Indonesia.
5.      Pembukaan kantor cabang BPR di luar ibukota negara, ibukota propinsi, ibukota Kabupaten, dan kotamadya serta pembukaan kantor di bawah kantor cabang BPR wajib dilaporkan kepada Bank Indonesia. Persyaratan dan tatacara pembukaan kantor tersebut ditetapkan Menteri Keuangan setelah mendengar pertimbangan Bank Indonesia.
6.      BPR tidak dapat membuka kantor cabangnya di luar negeri karena BPR dilarang rnelakukan kegiatan usaha dalam valuta asing (transaksi valas).
2.3.4  Pengawasan Otoritas Jasa Keuangan terhadap Bank Perkreditan Rakyat
Dengan dikeluarkannya UU No.21 Tahun 2011 tentang OJK, fungsi pengaturan dan pengawasan dilakukan sepenuhnya oleh OJK. Bentuk pengaturan dan pengawasannya ditujukan kepada:
1.      kegiatan jasa keuangan di sektor Perbankan;
2.      kegiatan jasa keuangan di sektor Pasar Modal; dan
3.      kegiatan jasa keuangan di sektor Perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya.

2.3.5  Alokasi Kredit Bank Perkreditan Rakyat
Dalam mengalokasikan kredit, ada beberapa hal yang harus diperhatikan oleh BPR, yaitu :
a.       Dalam memberikan kredit, BPR harus memiliki keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan debitur untuk melunasi utangnya sesuai dengan perjanjian.
b.      Dalam memberikan kredit, BPR wajib memenuhi ketentuan Bank Indonesia mengenai batas maksimum pemberian kredit, pemberian jaminan, atau hal lainnya yang serupa, yang dapat dilakukan oleh BPR kepada peminjam atau sekelompok peminjam yang terkait, termasuk kepada perusahaan-perusahaan dalam kelompok yang sama dengan BPR tersebut. Batas maksimum tersebut adalah tidak melebihi 30% dari modal yang sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan Bank Indonesia.
c.       Dalam memberikan kredit, BPR wajib memenuhi ketentuan Bank Indonesia mengenai batas maksimum pemberian kredit, pemberian jaminan, atau hal lain yang serupa, yang dapat dilakukan oleh BPR kepada pemegang saham (dan keluarga) yang memiliki 10% atau lebih dari modal disetor, anggota dewan komisaris (dan keluarga), anggota direksi (dan keluarga), pejabat BPR lainnya, serta perusahaan-perusahaan yang di dalamnya terdapat kepentingan pihak pemegang saham (dan keluarga) yang memiliki 10% atau lebih dari modal disetor, anggota dewan komisaris (dan keluarga), anggota direksi (dan keluarga), pejabat BPR lainnya. Batas maksimum tersebut tidak melebihi 10% dari modal yang sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan Bank Indonesia.
Dalam mengalokasikan kredit, ada beberapa hal yang harus diperhatikan oleh BPR, yaitu :
1.      Dalam memberikan kredit, BPR wajib mempunyai keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan debitur untuk melunasi utangnya sesuai dengan perjanjian.
2.      Dalam memberikan kredit, BPR wajib memenuhi ketentuan Bank Indonesia mengenai batas maksimum pemberian kredit, pemberian jaminan, atau hal lain yang serupa, yang dapat dilakukan oleh BPR kepada peminjam atau sekelompok peminjam yang terkait, termasuk kepada perusahaan-perusahaan dalam kelompok yang sama dengan BPR tersebut. Batas maksimum tersebut adalah tidak melebihi 30% dari modal yang sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan Bank Indonesia.
3.      Dalam memberikan kredit, BPR wajib memenuhi ketentuan Bank Indonesia mengenai batas maksimum pemberian kredit, pemberian jaminan, atau hal lain yang serupa, yang dapat dilakukan oleh BPR kepada pemegang saham (dan keluarga) yang memiliki 10% atau lebih dari modal disetor, anggota dewan komisaris (dan keluarga), anggota direksi (dan keluarga), pejabat BPR lainnya, serta perusahaan-perusahaan yang di dalamnya terdapat kepentingan pihak pemegang saham (dan keluarga) yang memiliki 10% atau lebih dari modal disetor, anggota dewan komisaris (dan keluarga), anggota direksi (dan keluarga), pejabat BPR lainnya. Batas maksimum tersebut tidak melebihi 10% dari modal yang sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan Bank Indonesia.

2.4              KEGIATAN USAHA BANK PERKREDITAN RAKYAT
Usaha BPR meliputi usaha untuk menghimpun dan menyalurkan dana dengan tujuan mendapatkan keuntungan  atau laba. Keuntungan BPR diperoleh dari spread effect (selisih antara bunga pinjaman dan bunga simpanan) dan pendapatan bunga. Untuk mewujudkan tugas pokoknya tersebut, BPR dapat melakukan usaha berikut:
1.      Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan  yang dapat berupa deposito berjangka, tabungan, dan bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu, kecuali simpanan giro. Simpanan giro ini merupakan larangan usaha bagi BPR.
2.      Memberikan kredit kepada masyarakat.
Bank Perkreditan Rakyat, memiliki tugas pokok diantaranya memberikan kredit kepada masyarakat. Umumnya kredit ini diberikan kepada petani, pedagang, dan lain sebagai nya yang memiliki ekonomi yang lemah.
3.      Menyediakan pembiayaan dan penempatan dana, sesuai  dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.
4.      Menempatkan dananya dalam bentuk Sertifikat Bank  Indonesia (SBI), deposito berjangka, sertifikat deposito, dan atau tabungan pada bank lain.
2.4.1  Larangan bagi Bank Perkreditan Rakyat
Ada beberapa jenis usaha seperti yang dilakukan bank umum tetapi tidak boleh dilakukan BPR. Usaha yang tidak boleh dilakukan BPR tersebut antara lain :
1.      Menerima simpanan berupa giro dan ikut serta dalam kegiatan   lintas pembayaran (LLP)
2.      Melakukan kegiatan usaha dalam bentuk valuta asing, kecuali melakukan transaksi jual beli uang kertas asing (money changer)
3.      Melakukan penyertaan modal
4.      Melakukan kegiatan usaha perasuransian
5.      Melakukan usaha lain diluar kegiatan usaha sebagaimana dimaksud diatas.
2.4.2  Kelebihan dan Kekurangan Bank Perkreditan Rakyat
a.      Kelebihan Bank Perkreditan Rakyat
Bank Umum memang punya keunggulan teknologi, sumber dana yang melimpah, networking secara nasional, lalu lintas pembayaran melalui cek dan bilyet giro, dan sebagainya. Tetapi BPR juga punya keunggulan hubungan personal yang kuat dengan nasabahnya. BPR mampu memberi pelayanan yang prima karena pelayanan yang dilakukan BPR adalah face to face. BPR juga mampu menyesuaikan kondisi, adat istiadat, budaya dan perikehidupan masyarakat sekitarnya.
b.      Kekurangan Bank Perkreditan Rakyat
Tidak bisa melakukan kegiatan usaha dalam lalu lintas pembayaran, tidak bisa memberikan jasa simpanan dalam bentuk giro, tidak bisa memberikan jasa perasuransian, tidak bisa ikut serta dalam penyertaan modal, serta tidak melakukan kegiatan usaha dalam bentuk valuta asing. Hal ini dikarenakan Bank Indonesia melarang BPR melakukan hal-hal tersebut.

2.5              FUNGSI, PERANAN DAN TUJUAN BANK PERKREDITAN RAKYAT
2.5.1  Fungsi dan Peranan Bank Perkreditan Rakyat
Keberadaan Bank Perkreditan Rakyat dari sisi kepentingan pemerintah untuk :
a.       Memberi pelayanan perbankan kepada masyarakat yang sulit atau tidak memiliki akses ke bank umum.
b.      Membantu pemerintah mendidik masyarakat dalam memahami pola nasional agar akselerasi pembangunan di sektor pedesaan dapat lebih dipercepat.
c.        Menciptakan pemerataan kesempatan berusaha terutama bagi masyarakat pedesaan.
d.      Mendidik dan mempercepat pemahaman masyarakat terhadap pemanfaatan lembaga keuangan formal sehingga terhindar dari jeratan renternir.
2.5.2 Tujuan Bank Perkreditan Rakyat
Menunjang pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan pemerataan, penumbuhan ekonomi, dan stabilitas nasional ke arah peningkatan kesejahteraan rakyat banyak.
Bank Kredit Desa (BKD)
Badan Kredit Desa (BKD) terdiri dari Bank Desa dan Lumbung Desa yang didirikan berdasarkan Staatsblad Tahun 1929 No.357, Risjksblad Tahun 1937 No.9 dan tahun 1938 N. 3/H yang berkedudukan di Pulau Jawa dan Madura serta telah mendapat izin dari Menteri Keuangan. Untuk lebih meningkatkan dan mengembangkan usaha Badan Kredit Desa, berdasarkan Peraturan bank Indonesia No.6/27/PBI/2004 tanggal 13 Desember 2004, Bank Indonesia menyerahkan pembinaan dan pengawasan Badan Kredit Desa  kepada PT Bank Rakyat Indonesia (Persero), yang kemudian berdasarkan UU No.7 tahun 1992 tentang Perbankan menjadi kewenangan, tugas, dan tanggung jawab Bank Indonesia. Penyerahan kewenangan pembinaan dan pengawasan kepada BRI tersebut didasarkan pada alasan keterbatasan sumber daya manusia yang dimiliki. Atas dasar tersebut, BI meminta BRI agar melakukan pengawasan terhadap Badan Kredit Desa dengan pertimbangan bahwa selama ini BRI memiliki SDM serta jaringan kantor yang memadai untuk melakukan fungsi pengawasan terhadap Badan Kredit Desa. Pelimpahan wewenang tersebut dengan sendirinya akan berakhir pada saat lembaga pengawas jasa keuangan didirikan. Pelaksanaan fungsi pengawasan tersebut dilakukan sesuai peraturan dan pedoman yang ditetapkan oleh BI. Selanjutnya, BRI diwajibkan menyampaikan laporan kepada BI secara triwulanan berupa :
a.       Rekapitulisasi neraca & laba rugi BKD
b.      Analisis perkembangan BKD, permasalahan atau kendala yang dihadapi, tindakan perbaikan yang telah dilakukan, serta usul/dan/atau pertimbangan mengenai tindak lanjut yang diperlukan. 
c.       Analisis kemungkinan beroperasinya BKD sebagai BPR, baik dilihat dari jumlah permodalan maupun total asset.






BAB III
PENUTUP

3.1              KESIMPULAN
3.1.1        Bank Perkreditan Rakyat adalah bank yang menerima simpanan hanya dalam bentuk deposito berjangka, tabungan, dan/atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu, dan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang No. 10 tahun 1998
3.1.2        Sasaran BPR adalah melayani kebutuhan petani, peternak, nelayan, pedagang, pengusaha kecil, pegawai, dan pensiunan karena sasaran ini belum dapat terjangkau oleh bank umum dan untuk lebih mewujudkan pemerataan layanan perbankan. Dalam melaksanakan usahanya BPR berasaskan demokrasi ekonomi dengan menggunakan prinsip kehati-hatian. Landasan Hukum BPR ialah UU No.7/1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan membuat UU No.10/1998.
3.1.3        Pemenuhan persyaratan bagi anggota Direksi dan Dewan Komisaris dilaksanakan sesuai dengan ketentuan mengenai penilaian kemampuan dan kepatutan (fit and proper test) BPR. Untuk memperoleh izin usaha, seseorang wajib memenuhi persyaratan minimal tentang susunan organisasi dan kepengurusan, pemodalan, kepemilikan, keahlian di bidang perbankan, dan kelayakan rencana kerja. Dengan dikeluarkannya UU Perbankan No.10 Tahun 1998 yang merupakan perubahan UU No.7 tahun 1992 tentang Perbankan, fungsi perizinan, pengaturan, dan pengawasan perbankan dilakukan sepenuhnya oleh Bank Indonesia.
3.1.4        Usaha BPR meliputi usaha untuk menghimpun dan menyalurkan dana dengan tujuan mendapatkan keuntungan  atau laba. Keuntungan BPR diperoleh dari spread effect (selisih antara bunga pinjaman dan bunga simpanan) dan pendapatan bunga.
3.1.5    Fungsi dan peranan BPR : 1. Memberi pelayanan perbankan kepada masyarakat yang sulit atau tidak memiliki akses ke bank umum. 2. Membantu pemerintah mendidik masyarakat dalam memahami pola nasional agar akselerasi pembangunan di sektor pedesaan dapat lebih dipercepat. 3. Menciptakan pemerataan kesempatan berusaha terutama bagi masyarakat pedesaan. 4. Mendidik dan mempercepat pemahaman masyarakat terhadap pemanfaatan lembaga keuangan formal sehingga terhindar dari jeratan renternir. Tujuan BPR : Menunjang pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan pemerataan, penumbuhan ekonomi, dan stabilitas nasional ke arah peningkatan kesejahteraan rakyat banyak.
3.2              SARAN
Bank Perkreditan Rakyat (BPR) semakin banyak berdiri dimasyarakat kita, idealnya semakin bergairah pula dunia usaha kecil dan menengah sehingga BPR benar-benar berperan penting dalam meningkatkan roda perekonomian masyarakat kecil. Dewasa ini telah muncul juga BPRS yang melaksanakan operasionalnya berdasarkan pada prinsip syariah sehingga semakin beragam pilihan masyarakat untuk memanfaatkan fasilitas kredit yang dapat diambil untuk mengembangkan usahanya. Masyarakat kita terutama ekonomi lemah masih mengalami kekurangan secara structural tentang permodalan, modal adalah masalah klasik yang terus menghantui dan menjadi barang mewah bagi mereka, maka solusi terbaik adalah bagaimana BPR dapat melaksanakan program yang dapat membantu secara riil usaha masyarakat ekonomi lemah dengan pengelolaan yang professional.     













DAFTAR RUJUKAN
Compusstreet. 2012. Fungsi dan peranan bank umum bank, (Online),
Hau Van Jau, Hanafi. Bank Perkreditan Rakyat, (Online),
Indonesia, bkd. 2011. Badan kredit desa, (Online),
Kangobed. 2013. Bank Perkreditan Rakyat, (Online),
Siamat, Dahlan. 2005. Manajemen Lembaga Keuangan. Jakarta : Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.
Singojuruh, Mynet. 2013. contoh makalah bank perkreditan rakyat, (Online),
Wikipedia. bank perkreditan rakyat, (Online),

No comments:

Post a Comment