2.1 Pengertian Validitas
Menurut
Azwar (1986) validitas berasal dari kata validity yang mempunyai arti sejauh
mana ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam melakukan fungsi ukurnya.
Menurut Arikunto (1999) validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat
kesahihan suatu tes. Menurut Nursalam (2003) validitas adalah suatu ukuran yang
menunjukkan tingkat kevalidan atau kesahihan suatu instrumen. Menurut Arikunto
(1999) suatu tes dikatakan valid apabila tes tersebut mengukur apa yang hendak
diukur. Tes memiliki validitas yang tinggi jika hasilnya sesuai dengan
kriteria, dalam arti memiliki kesejajaran antara tes dan kriteria.
Berdasarkan
beberapa pendapat tentang pengertian validitas di atas, maka dapat diambil
kesimpulan bahwa validitas adalah suatu standar ukuran yang menunjukkan
ketepatan dan kesahihan suatu instrumen
Ada
dua unsur penting dalam validitas, pertama validitas menunjukkan suatu derajat,
ada yang sempurna, ada yang sedang dan ada yang rendah. Kedua, validitas selalu
dihubungkan dengan suatu putusan atau tujuan yang spesifik.
2.2 Faktor-Faktor yang mempengaruhi validitas
hasil tes.
Faktor-faktor yang mempengaruhi validitas hasil tes menurut
Gronlund (1985) yaitu:
1.
Faktor instrumen evaluasi.
Mengembangkan
evaluasi memang tidaklan mudah, apalagi jika seorang evaluator tidak atau
kurang memahami prosedur dan teknik evaluasi itu sendiri. Jika instrumen
evaluasi kurang baik, maka dapat berakibat hasil evaluasi menjadi kurang
baik.Untuk itu dalam mengembangkan instrumen evaluasi, seorang evaluator harus
memperhatikan hal-hal yang mempengaruhi validitas instrumen dan berkaitan
dengan prosedur penyusunan instrumen, seperti silabus, kisi-kisi soal, petunjuk
mengerjakan soal dan pengisian lembar jawaban, kunci jawaban, penggunaan
kalimat efektif, bentuk alternatif jawaban, tingkat kesukaran, dan daya
pembeda.
2.
Faktor administrasi evaluasi dan penskoran
Dalam
administrasi evaluasi dan penskoran, banyak sekali terjadi penyimpangan atau
kekeliruan, seperti alokasi waktu untuk pengerjaan soal yang tidak
proporsional, memberikan bantuan kepada peserta didik dengan berbagi cara,
peserta didik saling mencotek ketika ujian, kesalahan penskoran, termasuk
kondisi fisik dan psikis peserta didik yang kurang menguntungkan.
3.
Faktor jawaban dari peserta didik
Dalam
praktiknya, faktor jawaban dari peserta ini meliputi kecenderungan peserta
didik untuk menjawab secara tepat, tetapi tidak tepat, keinginan melakukan
coba-coba, dan penggunaan gaya bahasa tertentu dalam menjawab soal bentuk
uraian.
Selanjutnya,
Kerlinger (1986) mengemukakan, “validitas istrumen tidak cukup ditentukan oleh
derajat ketetapan istrumen untuk mengukur apa yang seharusnya diukur, tetapi
perlu juga dilihat dari kriteria lain yaitu appropriatness, meaningfullness,
dan usefullnes”. Appropriatnes menunjukkan kelayakan dari tes sebagai
instrumen, yaitu seberapa jauh instrumen dapat menjangkau keragaman aspek
perilaku peserta didik. Meaningfullness menunjukkan kemampuan instrumen dalam
memberikan keseimbangan soal-soal pengukurannya berdasar tingkat kepentingan
dari setiap fenomena. Usefullness to inferences menunjukkan sensitif tidaknya
instrumen dalam mengangkap fenomena perilaku dan tingkat ketelitian yang
ditunjukkan dalam membuat kesimpulan.
2.3 Macam-Macam
Validitas Tes
Validitas
sebuah tes dapat diketahui dari hasil pemikiran dan dari hasil pengalaman. Hal
yang pertama akan diperoleh validitas logis (logical validity) dan hal yang
kedua diperoleh validitas empiris (empirical validity). Dua hal ini yang dijadikan
dasar pengelompokan validitas tes.
Secara
garis besar ada dua macam validitas, yaitu validitas logis dan validitas
empiris.
a. Validitas Logis
Istilah
validitas logis mengandung kata “logis”
berasal dari kata “logika”, yang berarti penalaran. Dengan makna demikian maka
validitas logis untuk sebuah instrument evaluasi menunjukan pada kondisi bagi
sebuah instrumen yang memenuhi persyaratan valid berdasarkan hasil penalaran.
Kondisi valid tersebut dipandang terpenuhi karena instrumen yang bersangkutan
sudah dirancang secara baik, mengikuti teori dan ketentuan yang ada.
Sebagaimana pelaksanaan tugas lain misalnya membuat sebuah
karanganpendiskripsikan mengenai pasar, jika penulis sudah mengikuti aturan
pembuatan karangaran, tentu secara logis karangannya sudah baik. Berdasarkan
penjelasan tersebut maka instrumen yang sudah disusun berdasarkan teori
penyusunan instrumen, secara logis sudah valid. Dari penjelasan tersebut kita
dapat memahami validitas logis dapat dicapai apabila instrumen disusun mengikuti
ketentuan yang ada. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa validitas logis
tidak perlu diuji kondisinya tetapi secara langsung diperoleh sesudah instrumen
tersebut selesai disusun.
Ada dua macam
validitas logis yang dapat dicapai oleh sebuah instrumen, yaitu: valditas isi
dan validitas konstruk (construct
validity). Validitas isi bagi sebuah instrumen menunjuk suatu kondisi
sebuah instrumen yang disusun berdasarkan isi materi pelajaran yang dievaluasi.
Selanjutnya validitas konstrak sebuah instrumen menunjuk suatu kondisi sebuah
instrumen yang disusun berdasarkan konstrak aspek-aspek kejiwaan yang
seharusnya dievaluasi. Penjelasan lebih jauh tentang jenis validitas logis ini
akan diberikan berturut-turut dalam membahas
jenis-jenis validitas instrumen nanti.
b. Validitas Empiris
Istilah
validitas empiris memuat kata empiris yang artinya pengalaman. Sebuah instrumen
dapat dikatakan memiliki validitas empiris apabila sudah diuji dari pengalaman.
Sebagai contoh sehari-hari, seorang dapat diakui jujur oleh masyarakat apabila
dalam pengalaman dibuktikan bahwa orang tersebut memang jujur. Contoh lain,
seseorang dapat dikatakan kreatif apabila dari pengalaman dibuktikan bahwa
orang tersebut sudah banyak menghasilkan ide-ide baru yang diakui berbeda dari
hal-hal yang sudah ada. Dari penjelasan dan contoh-contoh tersebut diketahui
bahwa validitas empiris tidak dapat diperoleh hanya dengan menyusun instrumen
berdasarkan ketentuan seperti halnya validitas logis, tetapi harus dibuktikan
melalui pengalaman.
Ada
dua macam validitas empiris, yakni ada dua cara yang dapat dilakukan untuk
menguji bahwa instrumen memang valid. Pengujian tersebut dilakukan dengan
membandingkan kondisi instrumen yang bersangkutan dengan kriterium atau sebuah
ukuran. Kriterium yang digunakan sebagai pembanding kondisi instrumen dimaksud
ada dua, yaitu: yang sudah tersedia dan yang belum ada tetapi akan terjadi di
waktu yang akan datang. Bagi instrumen yang kondisinya sesuai dengan kriterium
yang sudah tersedia, yang sudah ada, disebut memiliki validitas “ada sekarang”,
yang dalam istilah bahasa Inggris disebut memiliki concurrent validity. Selanjutnya instrumen yang kondisinya sesuai
dengan kriterium yang diramalkan akan terjadi, disebut memiliki validitas
prediksi, yang dalam istilah bahasa Inggris disebut memiliki predictive validity.
Dari
uraian adanya dua jenis validitas, yakni validitas logis yang ada dua macam,
dan validitas empiris, yang juga ada dua macam, maka secara keseluruhan kita
mengenal adanya empat validitas, yaitu:
(1) Validitas isi,
(2) Validitas konstruk,
(3) Validitas ada sekarang, dan
(4) Validitas predictive.
Dengan
kesimpulan validitas isi dan validitas konstrak dicapai melalui penyusunan
berdasarkan ketentuan atau teori, sedangkan validitas ada sekarang dan
validitas predictive dicapai atau
diketahui melalui pengalaman. Adapun penjelasan masing-masing validitas adalah
sebagai berikut.
1) Validitas isi (content validity)
Tujuan
dari validitas isi adalah mengetahui sejauh mana peserta didik menguasai materi
pelajaran yang telah disampaikan, dan perubahan-perubahahan psikologis apa yang
timbul dari diri peserta didik tersebut setelah mengalami proses pembelajaran.
Validitas isi ini sering disebut juga validitas kurikulum dan validitas
perumusan.
Validitas
kurikulum berkenaan dengan pertanyaan apakah materi tes relevan dengan
kurikulum yang sudah ditentukan. Pertanyaan ini timbul karena sering terjadi
materi tes tidak mencakup keseluruhan aspek yang akan diukur, baik aspek
kognitif, afektif, maupun psikomotor, tetapi hanya pengetahuan yang bersifat
fakta-fakta pelajaran tertentu. Diharapkan dengan validitas kurikulum ini
timbul ketelitian yang jelas dan totalitas dengan menjelajahi semua aspek yang
tercakup dalam kisi-kisi dan Rencana Perencanaan Pembelajaran (RPP) yang
bersangkutan. Validitas kurikulum ini dapat dilakukan dengan cara mencocokan
materi tes dengan silabus dan kisi-kisi, melakukan diskusi dengan sesama
pendidik.
Validitas
perumusan berkenaan dengan pertanyaan apakah aspek-aspek dalam soal-soal itu
betul tercakup dalam perumusan tentang apa yang hendak diukur.
2) Validitas kontruksi (construct validity)
Konstruk
adalah konsep yang dapat diobservasi (observable)
dan dapat diukur (measurable).
Validitas konstruk berkenaan dengan pertanyaan hingga mana suatu tes
betul-betul dapat mengobservasi dan mengukur fungsi psikologis yang merupakan
deskripsi perilaku peserta didik yang akan diukur oleh tes tersebut. Sebuah tes
dikatakan memiliki validitas konstruksi apabila butir-butir soal yang membangun
tes tersebut mengukur setiap aspek berpikir seperti yang disebutkan dalam
Tujuan Instruksional Khusus. Dengan kata lain jika butir-butir soal mengukur
aspek berpikir tersebut sudah sesuai dengan aspek berpikir yang menjadi tujuan
instruksional.
Sebagai
contoh jika rumusan Tujuan Instruksional Khusus (TIK): “Siswa dapat
membandingkan antara uang giral dan uang giral”, maka butir soal pada tes
merupakan perintah agar membedakan antara dua uang tersebut.
3) Validitas “ada sekarang” (concurrent validity)
Validitas
ini lebih umum dikenal dengan validitas empiris. Sebuah tes dikatakan memiliki
validitas empiris jika hasilnya sesuai dengan pengalaman. Jika ada istilah “sesuai”
tentu ada dua hal yang dipasangkan. Dalam hal ini hasil dipasangkan dengan
hasil pengalaman. Pengalaman selalu mengenai hal yang telah lampau sehingga
data pengalaman tersebut sekarang sudah ada.
Dalam
membandingkan hasil sebuah tes maka diperlukan suatu kriterium atau alat
banding. Maka hasil tes merupakan sesuatu yang dibandingkan. Untuk jelasnya di
bawah ini dikemukakan sebuah contoh.
Misalnya
seorang guru ingin mengetahui apakah tes sumatif yang disusun sudah valid atau
belum. Untuk ini diperlukan sebuah kriterium masa lalu yang sekarang datanya
dimiliki. Misalnya nilai ulangan harian atau nilai ulangan sumatif yang lalu.
4) Validitas prediksi (predictive validity)
Memprediksi
artinya meramal, dengan meramal selalu mengenai hal yang akan datang jadi
sekarang belum terjadi. Sebuah tes dikatakan memiliki validitas prediksi atau
validitas ramalan apabila mempunyai kemampuan untuk meramalkan apa yang akan
terjadi pada masa yang akan datang.
Misalnya
tes masuk Perguruan Tinggi adalah sebuah tes yang diperkirakan mampu meramalkan
keberhasilan peserta tes dalam mengikuti kuliah di masa yang akan datang. Calon
yang tersaring berdasarkan hasil tes diharapkan mencerminkan tinggi-rendahnya
kemampuan mengikuti kuliah. Jika nilai tesnya tinggi tentu menjamin keberhasilannya
kelak. Sebaliknya seorang dikatakan tidak lulus tes karena memiliki nilai tes
yang rendah jadi diperkirakan akan tidak mampu mengikuti perkuliahanyang akan
datang.
Sebagai
alat pembanding validitas prediksi adalah nilai-nilai yang diperoleh setelah
peserta tes mengkuti pelajaran di Perguruan Tinggi. Jika ternyata siapa yang
memiliki nilai tes lebih tinggi gagal dalam ujian semester I dibandingkan
dengan yang dahulu nilai tesnya lebih rendah maka tes masuk yang dimaksud tidak
memiliki validitas prediksi.
2.4 Cara Mengetahui Validitas Alat Ukur
Bahwa sebuah tes dikatakan memiliki
validitas jika hasilnya sesuai dengan kriterium, dalam arti memiliki
kesejajaran antara hasil tersebut dengan kriterium. Teknik yang digunakan untuk
mengetahui kesejajaran adalah teknik korelasi product moment yang dikemukakan
oleh Person. Rumus korelasi product momen ada dua (2) macam, yaitu:
1.
Korelasi product moment dengan simpangan
Rumus korelasi
product moment dengan simpangan :

Dimana :






2.
Rumus korelasi product moment dengan
angka kasar :

Dimana :

2.5 Validitas
Butir Soal atau Validitas Item
Apa yang sudah dibicarakan sebelumnya
adalah validitas soal secara keseluruhan tes. Disamping mencari validitas soal
tes perlu juga dicari validitas item. Jika seorang peneliti atau seorang guru
mengetahui bahwa validitas soal tes misalnya terlalu rendah maka selanjutnya
ingin mengetahui butir-butir tes maka selanjutnya ingin mengetahui butir-butir
tes manakah yang menyebabkan soal secara keseluruhan tersebut jelek karena
memiliki validitas rendah sehingga perlu dicari validitas butir soal.
Pengertiam umum untuk validitas butir
soal atau item adalah sebuah item dikatakan valid apabila mempunyai dukungan
yang besar terhadap skor total. Skor pada item menyebabkan skor total menjadi
tinggi atau rendah. Dengan kata lain dapat dikemukakan di sini bahwa sebuah
item memiliki validitas yang tinggi jika skor pada item mempunyai kesejajaran
dengan skor total. Kesejajaran ini diartikan dengan korelasi sehingga untuk
mengetahui validitas item digunakan rumus korelasi.
Pada
tes objektif hanya ada dua kemungkinan jawaban, yaitu benar atau salah. Setiap
butir soal yang dijawab dengan betul, umumnya diberi skor 1, sedangkan untuk
setiap jawaban salah diberikan skor 0. Jenis data seperti ini, yaitu
betul-salah, ya-tidak. Sedangkan skor total merupakan jumlah dari skor untuk
semua item yang membangun soal tersebut. Teknik korelasi yang tepat untuk digunakan
adalah teknik korelasi point biserial dengan rumus :

Dimana :
rpbi = Koefisien
korelasi point biserial
Mp = Skore rata-rata
dari subjek yang menjawab betul bagi item yang dicari vaiditasnya
Mt = Skor rata-rata
dari skor total.
SDt = Deviasi standar
dari skor total.
p= banyaknya siswa yang benar
jumlah
seluruh siswa
q = Proporsi peserta yang menjawab
salah terhadap buitr item yang sedang diuji validitas itemnya (q= 1- p )
2.6 Validitas Faktor
Dalam penilaian hasil belajar sering
digunakan skala pengukuran tentang suatu variabel yang terdiri atas beberapa
faktor atau bagian keseluruhan materi.
Setiap keseluruhan materi pelajaran terdiri dari pokok-pokok bahasan
atau mungkin sekelompok bahasan yang merupakan satu kesatuan.
Contohnya seorang guru akan mengevaluasi
penguasaan siswa untuk tiga pokok bahasan yaitu: konsumsi, tabungan, dan
investasi. Untuk itu guru tersebut membuat 30 butir soal, misalkan untuk
konsumsi 8 butir, untuk tabungan 12 butir, dan untuk investasi 10 butir.
BAB
III
PEMBAHASAN
PRAKTEK
3.1
Untuk menguji validitas empiris dapat
digunakan jenis statistika korelasi
product momen. Berikut ini akan dijelaskan contoh perhitunggannya.
·
Korelasi Product Momen dengan Angka
Simpangan.
Rumus
korelasi product moment dengan simpangan :

Dimana :






Contoh perhitungan :
Misalnya
akan menghitung validitas tes prestasi belajar ekonomi. Sebagai kriterium
diambil rata-rata ulangan yang akan dicari validitasnya diberi kode X dan rata-rata
nilai harian diberi kode Y. Kemudian dibuat tabel persiapan sebagai berikut.
Tabel Nilai Prestasi
Belajar Ekonomi
No
|
Nama
|
X
|
Y
|
1
|
Nadia
|
6,5
|
6,3
|
2
|
Susi
|
7
|
6,8
|
3
|
Cecep
|
7,5
|
7,2
|
4
|
Erna
|
7
|
6,8
|
5
|
Dian
|
6
|
7
|
6
|
Asmara
|
6
|
6,2
|
7
|
Siswono
|
5,5
|
5,1
|
8
|
Jihad
|
6,5
|
6
|
9
|
Yanna
|
7
|
6,5
|
10
|
Lina
|
6
|
5,9
|
|
Jumlah
|
65,0
|
63,8
|
Langkah-langkah
penyelesaian:
1.
Membuat tabel persiapan seperti berikut:
No
|
Nama
|
X
|
Y
|
X
|
Y
|
![]() |
![]() |
Xy
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
2.
Jumlah semua nilai yang ada dalam
variabel X dan variabel Y kemudian hitung rata-rata X dan Y.
3.
Cari nilai pada kolom X dengan jalan
nilai tiap-tiap peserta didik dalam kolom X dikurangi dengan rata-rata X ( ̅
)


4.
Cari nilai pada kolom Y dengan jalan
nilai tiap-tiap peserta didik dalam kolom Ydikurangi dengan rata-rata Y (
)


5. Cari
nilai pada kolom X2 dengan jalan menguadratkan masing-masing nilai
dalam kolom X.
6. Cari
nilai pada kolom Y2 dengan jalan menguadratkan masing-masing nilai
dalam kolom Y.
7. Cari
nilai pada kolom XY dengan jalan mengalikan tiap-tiap nilai dalam kolom X
dengan nilai-nilai dalam kolom Y.
Berdasarkan
langkah-langkah di atas dapat dihitung koefisien korelasi product-momen
sebagai.
No
|
Nama
|
X
|
Y
|
X
|
Y
|
X2
|
Y2
|
XY
|
1
|
Nadia
|
6,2
|
6,3
|
0
|
-0,1
|
0
|
0,01
|
0
|
2
|
Susi
|
7
|
6,8
|
+0,5
|
+0,4
|
0,25
|
0,16
|
+0,2
|
3
|
Cecep
|
7,5
|
7,2
|
-1.0
|
+0,8
|
1,0
|
1,64
|
+0,8
|
4
|
Erna
|
7
|
6,8
|
-0.5
|
+0,4
|
0,25
|
0,16
|
+0,2
|
5
|
Dian
|
6
|
7
|
-0,5
|
+0,6
|
0,25
|
0,36
|
-0,3
|
6
|
Asmara
|
6
|
6,2
|
-0,5
|
-0,2
|
0,25
|
0,04
|
+0,1
|
7
|
Siswono
|
5,5
|
5,1
|
-1,0
|
-1,3
|
1,0
|
1,69
|
+1,3
|
8
|
Jihad
|
6,5
|
6
|
0
|
-0,4
|
0,0
|
0,16
|
0
|
9
|
Yanna
|
7
|
6,5
|
+0,5
|
+0,1
|
0,25
|
0,01
|
+0,05
|
10
|
Lina
|
6
|
5,9
|
-0,5
|
-0,6
|
0,25
|
0,36
|
+0,3
|
|
Jumlah
|
65,0
|
63,8
|
|
|
3,5
|
3,59
|
2,65
|




Dimasukkan ke rumus

Indeks korelasi antara X
dan Y (rxy) inilah indeks validitas soal yang dicari.
·
Rumus korelasi product moment dengan
angka kasar :

Dimana :

Dengan
mengunakan data hasil tes prestasi ekonomi diatas kini dihitung dengan rumus
korelasi product moment dengan angka kasar yang tabel persiapannya sebagai
berikut.
No
|
Nama
|
X
|
Y
|
![]() |
![]() |
XY
|
1
|
Nadia
|
6,5
|
6,3
|
42,25
|
39,69
|
40,95
|
2
|
Susi
|
7
|
6,8
|
49
|
46,24
|
47,6
|
3
|
Cecep
|
7,5
|
7,2
|
56,25
|
51,84
|
4,0
|
4
|
Erna
|
7
|
6,8
|
9
|
46,24
|
47,6
|
5
|
Dian
|
6
|
7
|
36
|
49
|
42
|
6
|
Asmara
|
6
|
6,2
|
36
|
38,44
|
37,2
|
7
|
Siswono
|
5,5
|
5,1
|
30,25
|
26,01
|
28,05
|
8
|
Jihad
|
6,5
|
6
|
42,25
|
45,5
|
39
|
9
|
Yanna
|
7
|
6,5
|
49
|
36
|
45,5
|
10
|
Lina
|
6
|
5,9
|
36
|
34,81
|
35,4
|
|
Jumlah
|
65,0
|
63,8
|
426,0
|
410,52
|
417,3
|
Dimasukkanke
dalam rumus :


Jika
diperbandingkan dengan soal yang dihitung dengan rumus simpangan, ternyata
terdapat perbedaan sebesar 0,002, lebih besar yang dihitung dengan rumus
simpangan. Hal ini wajar karena dalam mengerjakan perkalian atau penjumlahan
jika diperoleh 3 atau beberapa angka dibelakang koma maka dilakukan pembualatan
keatas. Perbedaan ini sangat kecil sehinga bisa diabaikan.
Untuk
memperjelas pengertian tersebut dapat disampaikan keterangan sebagai berikut.
·
Korelasi positif menunjukkan adanya
hubungan sejajar antara dua hal. Misalnya, hal pertama nilainya naik, hal kedua
ikut naik. Sebaliknya jika hal pertama turun, yang kedua ikut turun.
Contoh
korelasi positif antara nilai ekonomi dan akuntansi
Ekonomi : 2 3 5 7 4 3 2
Akuntansi :4 5 6 8 5 4 3
Kondisi
nilai ekonomi sejajar dengan nilai akuntansi karena naik dan turunnya nilai
ekonomi mengkuti naik dan turunnya nilai akuntansi.
·
Korelasi negatif menunjukkan adanya
hubungan kebalikan antara duahal. Misalnya, hal pertama nilainya naik, justru
yang kedua turun. Sebaliknya, jika yang pertama naik, yang kedua turun.
Contoh
korelasi negatif antara nilai Bahasa Indonesia dan Akuntansi
Bahasa
Indonesia :5 6 8 4 3 2
Akuntansi :8 7 5 1 2 3
Besarnya
koefisien korelasi antara -1,00 sampai +1,00. Koefisen korelasi negatif
menunjukkan hubungan kebalikan sedangkan koefisien positifmenunjukkan adanya
kesejajaran untuk mengadakan interpretasi mengenai besarnya koefisien korelasi
adalah sebagai berikut:
Antara 0,81 sampai dengan
1,00 = sangat tinggi
Antara 0,61 sampai dengan
0,80 = tinggi
Antara 0,41 sampai dengan
0,60 = cukup
Antara 0,201 sampai
dengan 0,40 = rendah
Antara 0,00 sampai dengan
0,20 = sangat rendah
·
Perhitungan mencari validitas item
TABEL ANALISIS ITEM UNTUK
PERHITUNGAN VALIDITAS ITEM
No
|
Nama
|
Butir soal/item
|
Skor total
|
|||||||||
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
6
|
7
|
8
|
9
|
10
|
|||
1
|
Hartati
|
1
|
0
|
1
|
0
|
1
|
1
|
1
|
1
|
1
|
1
|
8
|
2
|
Yoyok
|
0
|
0
|
1
|
0
|
1
|
0
|
0
|
1
|
1
|
1
|
5
|
3
|
Oktaf
|
0
|
1
|
0
|
0
|
0
|
1
|
0
|
1
|
0
|
1
|
4
|
4
|
Wendi
|
1
|
1
|
0
|
0
|
1
|
1
|
0
|
0
|
1
|
0
|
5
|
5
|
Diana
|
1
|
1
|
1
|
1
|
1
|
1
|
0
|
0
|
0
|
0
|
6
|
6
|
Paul
|
1
|
0
|
1
|
0
|
1
|
0
|
1
|
0
|
0
|
0
|
4
|
7
|
Susana
|
1
|
1
|
1
|
1
|
1
|
1
|
1
|
0
|
0
|
0
|
7
|
8
|
Helen
|
0
|
1
|
0
|
1
|
1
|
1
|
1
|
1
|
1
|
1
|
8
|
Misalnya
akan dihitung validitas item nomor 6, maka skor item tersebut disebut variabel
X dan skor total disebut variabel Y. Selanjutnya perhitungan dilakukan dengan
menggunakan rumus korelasi point biserial. Untuk menghitung validitas item
nomor 6, dibuat terlebih dahulu tabel persiapannya sebagai berikut.
TABEL PERSIAPAN UNTUK
MENGHITUNG VALIDITAS ITEM NOMOR 6
No
|
Nama
|
X
|
Y
|
1
|
Hartati
|
1
|
8
|
2
|
Yoyok
|
0
|
5
|
3
|
Oktaf
|
1
|
4
|
4
|
Wendi
|
1
|
5
|
5
|
Diana
|
1
|
6
|
6
|
Paul
|
0
|
4
|
7
|
Susana
|
1
|
7
|
8
|
Helen
|
1
|
8
|
Keterangan :
X= skor item nomor 6
Y= skor total
Dimasukkan ke dalam
rumus:

Dimana :
rpbi = Koefisien
korelasi point biserial
Mp = Skor rata-rata
dari subjek yang menjawab betul bagi item yang dicari vaiditasnya
Mt = Skor rata-rata
dari skor total.
SDt = Deviasi standar
dari skor total.
p
= Proporsi peserta yang menjawab betul terhadap butir item yang sedang
diuji validitas itemnya.
p= banyaknya siswa yang benar
jumlah
seluruh siswa
q = Proporsi peserta yang menjawab
salah terhadap buitr item yang sedang diuji validitas itemnya (q= 1- p )
Apabila item 6 tersebut dicari validitasnya dengan rumus
ini maka perhitungannya melalui langkah sebagai berikut:
1.
Mencari Mp= 

2.
Mencari Mt= 

3.
Dengan menggunakan kalkulator diperoleh harga standar
deviasi yaitu σn adalah 1, 7139.
4.
Menentukan harga p, yaitu 

5.
Menentukan harga q yaitu 

6.
Memasukkan kerumus korelasi point
biserial.

rpbi=
=
= 0,4244
Koefisien validitas
item nomor 6 adalah 0,4244. Dilihat secara sepetintas bilangan ini memang
sesuai dengan kenyataannya. Hal ini dapat diketahui skor-skor yang tertera baik
pada item maupun skor total. Oktaf yang hanya memiliki 4 skor dapat memperoleh
skor 1 pada item, sedangkan Yoyok dan Wendi yang mempunyai skor total sama,
yaitu 5 skor pada item tidak sama. Validitas item tersebut kurang meyakinkan.
Tentunya saja validitasnya tidak tinggi.

No comments:
Post a Comment