2.1.1.
Pengertian Tes Tertulis
Tes Tertulis merupakan tes dimana soal dan jawaban yang
diberikan kepada peserta didik dalam bentuk tulisan. Dalam menjawab soal
peserta didik tidak selalu merespon dalam bentuk menulis jawaban tetapi dapat
juga dalam bentuk yang lain seperti memberi tanda, mewarnai, menggambar dan
lain sebagainya. Tes tulis merupakan suatu tes yang menuntut siswa
memberikan jawaban secara tertulis.
Tes tertulis
mempunyai dua macam yaitu yang pertama tes objektif (tes
tertulis yang menuntut siswa memilih jawaban yang telah disediakan atau
memberikan jawaban singkat dan terbatas), yang kedua
yaitu tes Subjektif/Essai (tes tertulis yang meminta siswa memberikan
jawaban berupa uraian atau kalimat yang panjang-panjang. Panjang pendeknya tes
essai adalah relatif, sesuai kemampuan si penjawab tes).
2.1.2.
Bentuk-bentuk penyusunan tes tertulis
1. Pilihan Ganda (multiple choice test)
Multiple choice test terdiri
atas suatu keterangan atau pemberitahuan tentang suatu pengertian yang belum
lengkap. Dan untuk melengkapinya harus memilih satu dari beberapa kemungkinan
jawaban yang telah disediakan. Atau Multiple choice test terdiri
atas bagian keterangan (stem) dan bagian kemungkinan jawaban
atau alternatif (option). Kemungkinan jawaban (option) terdiri
atas satu jawaban benar yaitu kunci jawaban dan beberapa pengecoh.
2. Dua Pilihan (benar-salah, ya-tidak)
Tes benar-salah
(true-false). Soal-soalnya berupa pernyataan-pernyataan (statement).Statement tersebut
ada yang benar dan ada yang salah. Orang yang ditanya bertugas untuk
menandai masing-masing pernyataan itu dengan melingkari huruf B jika pernyataan
itu betul menurut pendapatnya dan melingkari huruf S jika pernyataannya
salah.
3. Menjodohkan (matching test)
Matching test dapat kita ganti dengan istilah mempertandingkan,
mencocokkan, memasangkan, atau menjodohkan. Matching test terdiri
atas satu seri pertanyaan dan satu seri jawaban. Masing-masing pertanyaan
mempunyai jawaban yang tercantum dalam seri jawaban. Tugas murid ialah mencari
dan menempatkan jawaban-jawaban sehingga sesuai atau cocok dengan
pertanyaannya.
4.
Isian
atau Melengkapi (Completion test)
Completion test biasa kita sebut dengan istilah tes isian, tes
menyempurnakan, atau tes melengkapi. Completion test terdiri
atas kalimat-kalimat yang ada bagian-bagiannya yang dihilangkan. Bagian yang
dihilangkan atau yang harus diisi oleh murid ini adalah merupakan pengertian
yang kita minta dari murid.
5.
Soal Uraian
Pengertian tes uraian adalah butiran soal yang mengandung
pertanyaan atau tugas yang jawaban atau pengerjaan soal tersebut harus
dilakukan dengan cara mengekspresikan pikiran peserta tes secara naratif. Cirri
khas tes uraian ialah jawaban terhadap soal tersebut tidak disediakan oleh
orang yang mengkontruksi butir soal, tetapi dipasok oleh peserta tes. Peserta
tes bebas untuk menjawab pertanyaan yang diajukan. Setiap peserta tes dapat
memilih, menghubungkan, dan atau menyampaikan gagasan dengan menggunakan
kata-katanya sendiri.
Tes bentuk
uraian bertujuan untuk mengukur kemampuan siswa menguraikan apa yang dalam
pikiarannya tentang sesuatu masalah yang diajukan oleh guru.
Tes bentuk
ini terbagi atas dua jenis :
1. Uraian
bebas, yakni tes yang soal-soalnya harus dijawab dengan uraian secara bebas.
2. Uraian
terbatas, yakni tes yang soalnya menuntut jawaban dalam bentuk uraian yang
telah terarah
Tes uraian
ini lebih mudah memerikasannya, karena dapat ditetapkan standar jawaban yang
benar.
Tes bentuk
uraian ini pada umumnya dianggap tepat apabila kita akan mengevaluasi kemampuan
siswa dalam :
a. Menganalisis
masalah secara ilmiah
b. Menarik
kesimpulan tentang sesuatu
c. Menyusun
gagasan secara konseptual
d. Melukiskan
suatu proses
e. Menguraikan
sebab-akibat
f.
Mendiskusikan masalah
Dari berbagai alat penilaian tertulis, tes memilih
jawaban benar-salah, isian singkat, dan menjodohkan merupakan alat yang hanya
menilai kemampuan berpikir rendah, yaitu kemampuan mengingat (pengetahuan). Tes
pilihan ganda dapat digunakan untuk menilai kemampuan mengingat dan memahami.
Pilihan ganda mempunyai kelemahan, yaitu peserta didik tidak mengembangkan
sendiri jawabannya tetapi cenderung hanya memilih jawaban yang benar dan jika
peserta didik tidak mengetahui jawaban yang benar, maka peserta didik akan
menerka. Hal ini menimbulkan kecenderungan peserta didik tidak belajar untuk
memahami pelajaran tetapi menghafalkan soal dan jawabannya. Alat penilaian ini
kurang dianjurkan pemakaiannya dalam penilaian kelas karena tidak menggambarkan
kemampuan peserta didik yang sesungguhnya.
Tes tertulis bentuk uraian adalah alat penilaian yang
menuntut peserta didik untuk mengingat, memahami, dan mengorganisasikan
gagasannya atau hal-hal yang sudah dipelajari, dengan cara mengemukakan atau
mengekspresikan gagasan tersebut dalam bentuk uraian tertulis dengan
menggunakan kata-katanya sendiri. Alat ini dapat menilai berbagai jenis
kemampuan, misalnya mengemukakan pendapat, berpikir logis, dan menyimpulkan.
Kelemahan alat ini antara lain cakupan materi yang ditanyakan terbatas.
Dalam menyusun instrumen penilaian tertulis perlu
dipertimbangkan hal-hal berikut:
a. materi,
misalnya kesesuian soal dengan indikator pada kurikulum
b. konstruksi, misalnya
rumusan soal atau pertanyaan harus jelas dan tegas
c.
bahasa, misalnya rumusan soal tidak
menggunakan kata/ kalimat yang menimbulkan penafsiran ganda.
2.1.3. Dasar-dasar
Penyusunan Tes Tertulis
·
Tes harus dapat mengukur apa-apa yang
dipelajari dalam proses belajar mengajar sesuai dengan tujuan instruksional
yang tercantum di dalam kurikulum yang berlaku.
·
Tes yang tersusun benar-benar mewakili
bahan yang telah dipelajari.
·
Tes hendaknya disesuaikan dengan
aspek-aspek tingkat belajar yang diharapkan.
·
Tes hendaknya disusun sesuai dengan
tujuan penggunaan tes itu sendiri, karena tes dapat disusun untuk keperluan :
pretes/postes, materi tes, tes diagnostic, tes prestasi belajar, tes formatif,
dan tes sumatif.
·
Tes hendaknya dapat diguankan untuk
memperbaiki proses belajar mengajar.
·
Tes yang disusun mempertimbangkan
proporsi tingkat kesulitan dan kesesuaiannya dengan taraf kemampuan siswa.
·
Petunjuk pengerjaan soal
jelas dan sesuai dengan persoalan yang
disajikan.
·
Tes disusun dengan
mempertimbangkan kaidah-kaidah penulisan soal pada
masing-masing jenis soal.
·
Penulisan soal menggunakan bahasa yang
benar.
2.2.
Langkah-langkah Penyusunan Tes Tertulis
2.2.1. Bentuk Soal
Pilihan Ganda
Soal pilihan ganda merupakan bentuk soal yang jawabannya
dapat dipilih dari beberapa kemungkinan jawaban yang telah disedikan.
Kontruksinya terdiri dari pokok soal dan pilihan jawaban. Pilihan jawaban
terdiri atas kunci dan pengecoh. Kunci jawaban harus merupakan jawaban benar
atau paling benar sedangkan pengecoh merupakan jawaban tidak benar, namun daya
jebaknya harus berfungsi, artinya siswa memungkinkan memilihnya jika tidak
menguasai materinya.
Soal pilihan ganda dapat diskor dengan mudah, cepat, dan
memiliki objektivitas yang tinggi, mengukur berbagai tingkatan kognitif, serta
dapat mencakup ruang lingkup materi yang luas dalam suatu tes. Bentuk ini
sangat tepat digunakan untuk ujian berskala besar yang hasilnya harus segera
diumumkan, seperti ujian nasional, ujian akhir sekolah, dan ujian seleksi
pegawai negeri. Hanya saja, untuk meyusun soal pilihan ganda yang bermutu perlu
waktu lama dan biaya cukup besar, disamping itu, penulis soal akan kesulitan
membuat pengecoh yang homogen dan berfungsi, terdapat peluang untuk menebak
kunci jawaban, dan peserta mudah mencotek kunci jawaban.
Secara umum,
setiap soal pilihan ganda terdiri dari:
- pokok soal (stem) dan
- pilihan jawaban (option).
Pilihan jawaban
terdiri atas kunci jawaban dan pengecoh (distractor).
Dalam
penyusunan soal tes tertulis, penulis soal harus memperhatikan kaidah-kaidah
penulisan soal dilihat dari segi:
- materi;
- konstruksi; dan
- bahasa.
Selain itu soal
yang dibuat hendaknya menuntut penalaran yang tinggi.
Hal ini dapat
dilakukan antara lain dengan cara :
- mengidentifikasi materi yang dapat mengukur perilaku pemahaman, penerapan, analisis, sintesis, atau evaluasi. Perilaku ingatan juga diperlukan namun kedudukannya adalah sebagai langkah awal sebelum siswa dapat mengukur perilaku yang disebutkan di atas;
- membiasakan menulis soal yang mengukur kemampuan berfikir kritis dan mengukur keterampilan pemecahan masalah; dan
- menyajikan dasar pertanyaan (stimulus) pada setiap pertanyaan, misalnya dalam bentuk ilustrasi/bahan bacaan seperti kasus, contoh, tabel dan sebagainya.
Kaidah Penulisan Soal Pilihan Ganda
Dalam menulis
soal pilihan ganda harus memperhatikan kaidah-kaidah
sebagai
berikut:
Materi
- Soal harus sesuai dengan indikator.
- Pilihan jawaban harus homogen dan logis ditinjau dari segi materi.
- Setiap soal harus mempunyai satu jawaban yang benar atau yang paling benar.
Konstruksi
- Pokok soal harus dirumuskan secara jelas dan tegas.
- Rumusan pokok soal dan pilihan jawaban harus merupakan pernyataan yang diperlukan saja.
- Pokok soal jangan memberi petunjuk ke arah jawaban benar.
- Pokok soal jangan mengandung pernyataan yang bersifat negatif ganda.
- Panjang rumusan pilihan jawaban harus relatif sama.
- Pilihan jawaban jangan mengandung pernyataan, "Semua pilihan jawaban di atas salah", atau "Semua pilihan jawaban di atas benar".
- Pilihan jawaban yang berbentuk angka atau waktu harus disusun berdasarkan urutan besar kecilnya nilai angka tersebut, atau kronologisnya.
- Gambar, grafik, tabel, diagram, dan sejenisnya yangterdapat pada soal harus jelas dan berfungsi.
- Butir soal jangan bergantung pada jawaban soal sebelumnya.
Bahasa
- Setiap soal harus menggunakan bahasa yang sesuai dengan kaidah bahasaIndonesia.
- Jangan menggunakan bahasa yang berlaku setempat, jika soal akan digunakan untuk daerah lain atau nasional.
- Setiap soal harus menggunakan bahasa yang komunikatif.
- Pilihan jawaban jangan mengulang kata atau frase yang bukan merupakan satu kesatuan pengertian.
Rambu-rambu penulisan
Tim Puslitbang
Sisdiknas Depdikbud pun memberikan beberapa rambu-rambu penulisan tes pilihan ganda.
Berikut uraiannya yang ditinjau dari aspek materi, konstruksi, dan bahasa yang
digunakan.
1. Soal harus
sesuai dengan indikator. Artinya soal harus menanyakan perilaku dan materi yang
hendak diukur sesuai dengan tuntutan indikator.
2. Pengecoh
berfungsi.
3. Setiap soal
harus mempunyai satu jawaban yang benar atau yang paling benar. Artinya, satu
soal hanya mempunyai satu kunci jawaban. Jika terdapat beberapa jawaban
yang benar, maka kunci jawaban yang paling benar.
4. Pokok soal
harus dirumuskan secara jelas dan tegas. Artinya kemampuan/ materi yang
hendak diukur/ditanyakan harus jelas, tidak menimbulkan pengertian atau
penafsiran yang berbeda dari yang dimaksudkan penulis, dan hanya mengandung
satu persoalan untuk setiap nomor. Bahasa yang digunakan harus komunikatif,
sehingga mudah dimengerti siswa. Apabila tanpa harus melihat dahulu
pilihan jawaban, siswa sudah dapat mengerti pertanyaan/maksud pokok soal, maka
dapat disimpulkan bahwa pokok soal tersebut sudah jelas.
5. Rumusan pokok
soal dan pilihan jawaban harus merupakan pernyataan yang diperlukan saja.
Artinya apabila terdapat rumusan atau pernyataan yang sebetulnya tidak
diperlukan, maka rumusan atau pernyataan tersebut dihilangkan saja.
6. Pokok soal
jangan memberi petunjuk ke arah jawaban benar. Artinya pada pokok soal jangan
sampai terdapat kata, frase, atau ungkapan yang dapat memberikan petunjuk ke
arah jawaban yang benar.
7. Pokok soal
jangan mengandung pernyataan yang bersifat negatif ganda. Artinya, pada
pokok soal jangan sampai terdapat dua kata atau lebih yang mengandung arti
negatif. Hal ini untuk mencegah terjadinya kesalahan penafsiran siswa
terhadap arti pernyataan yang dimaksud. Untuk ke-terampilan bahasa,
penggunaan negatif ganda diperbolehkan kalau yang ingin diukur justru pengertian
tentang negatif ganda itu sendiri.
8. Pilihan jawaban
harus homogen dan logis ditinjau dari segi materi. Artinya semua pilihan
jawaban harus berasal dari materi yang sama seperti yang ditanyakan oleh pokok
soal, penulisannya harus setara, dan semua pilihan jawaban harus berfungsi.
9. Panjang rumusan
pilihan jawaban harus relatif sama. Kaidah ini diperlukan karena adanya
kecenderungan siswa untuk memilih jawaban yang paling panjang, karena
seringkali jawaban yang lebih panjang itu lebih lengkap dan merupakan kunci
jawaban.
10. Pilihan jawaban
jangan mengandung pernyataan, “Semua pilihan jawaban di atas salah”, atau
“Semua pilihan jawaban di atas benar”. Artinya dengan adanya pilihan
jawaban seperti ini, maka secara materi pilihan jawaban berkurang satu, karena
pernyataan itu bukan merupakan materi yang ditanyakan.
11. Pilihan jawaban
yang berbentuk angka atau waktu harus disusun berdasarkan urutan besar kecilnya
nilai angka tersebut, atau kronologis waktunya. Pengurutan angka dilakukan dari
nilai angka paling kecil ke nilai angka paling besar atau sebaliknya, dan
pengurutan waktu ber-dasarkan kronologis waktunya. Pengurutan tersebut
dimaksudkan untuk memudahkan siswa melihat pilihan jawaban.
12. Gambar, grafik,
tabel, diagram dan sejenisnya yang terdapat pada soal harus jelas dan berfungsi.
Artinya, apa saja yang menyertai suatu soal yang ditanyakan harus jelas,
terbaca, dapat dimengerti oleh siswa. Apabila soal tersebut tetap bisa
dijawab tanpa melihat gambar, grafik, tabel atau sejenisnya yang terdapat pada
soal, berarti gambar, grafik, tabel tersebut tidak berfungsi.
13. Butir soal
jangan bergantung pada jawaban soal sebelumnya. Keter-gantungan pada soal
sebelumnya menyebabkan siswa yang tidak dapat menjawab benar soal pertama tidak
akan dapat pula menjawab benar soal berikutnya.
14. Setiap soal
harus menggunakan bahasa yang sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia.
15. Jangan
menggunakan bahasa yang berlaku setempat, jika soal akan digunakan untuk daerah
lain atau nasional.
16. Pilihan jawaban
jangan mengulang kata atau frase yang bukan merupakan satu kesatuan
pengertian. Letakkan kata tersebut pada pokok soal (1999:41-45).
Hal-hal lainnya
yang harus diperhatikan dalam penyusunan butir tes pilihan ganda antara lain:
- Jumlah kemungkinan jawaban (option) untuk setiap butir soal hendaknya sama.
- Kemungkinan jawaban hendaknya tidak merupakan bagian kalimat dari butir soal, tetapi ditempatkan di bawah butir soal.
- Kemungkinan jawaban tersebar letaknya tidak kepada nomor yang sama.
- Kemungkinan jawaban hendaknya homogen, karena berasal dari disiplin ilmu yang sama.
- Hendaknya tidak membuat jawaban, misalnya dengan membuat kemungkinan jawaban yang semuanya salah.
2.2.2. Bentuk
Tes Benar-Salah (True-False)
Soal-soalnya berupa pernyataan-pernyataan (statement). Statement tersebut ada yang benar dan ada yang salah. Petunjuk penyusunannya antara lain :
Soal-soalnya berupa pernyataan-pernyataan (statement). Statement tersebut ada yang benar dan ada yang salah. Petunjuk penyusunannya antara lain :
1.
Tulislah
huruf B-S pada permulaan masing-masing item dengan maksud untuk mempermudah
mengerjakan dan menilai (scoring).
2.
Usahakan
agar jumlah butir soal yang harus dijawab B sama dengan butir soal yang harus
dijawab S. Dalam hal ini hendaknya pola jawaban tidak bersifat teratur
misalnya: B-S-B. S-B-S atau SS-BB-SS-BB-SS.
3.
Hindari
item yang masih bisa diperdebatkan:
Contoh: B-S. Kekayaan lebih penting daripada kepandaian.
Contoh: B-S. Kekayaan lebih penting daripada kepandaian.
4.
Hindarilah
pertanyaan-pertanyaan yang persis dengan buku.
5. Hindarilah kata-kata yang menunjukkan kecenderungan
mem¬beri saran seperti yang dikehendaki oleh item yang bersangkutan, misalnya:
semuanya, tidak selalu, tidak pernah, dan sebagainya.
2.2.3.
Menjodohkan (Matching Test)
1. Matching test dapat kita ganti dengan istilah
mempertandingkan, mencocokkan, memasangkan, atau menjodohkan. Matching test
terdiri atas satu seri pertanyaan dan satu seri jawaban.
Petunjuk-petunjuk yang perlu diperhatikan dalam menyusun tes bentuk matching ialah:
Seri pertanyaan-pertanyaan dalam matching test hendaknya tidak lebih dari sepuluh soal (item).
Petunjuk-petunjuk yang perlu diperhatikan dalam menyusun tes bentuk matching ialah:
Seri pertanyaan-pertanyaan dalam matching test hendaknya tidak lebih dari sepuluh soal (item).
2. Jumlah jawaban yang harus dipilih, harus lebih banyak
daripada jumlah soalnya (lebih kurang 1 1/2 kali).
3. Antara item-item yang tergabung dalam satu seri matching
test harus merupakan pengertian-pengertian yang benar-benar homogen.
Pedoman dan Penyusunan Tes Penjodohkan
Adapun yang harus diperhatikan untuk
menjadi pedoman dalam membuat item tes menjodohkan adalah sebagai berikut:
1. Kata-kata dalam
terjodoh (premis) dan penjodohan (response) masing-masing harus homogen
dan tersusun dalam satu kelompok tersendiri.
2.
Jumlah kata-kata yang dipakai tidak
kurang dan tidak lebih dari 15.
3.
Jumlah kata terjodoh dan penjodoh tidak
sama dan disusun tidak sama dengan maksud penjodohan.
4. Dasar
penjodohan harus jelas dan konsisten.
Sedangkan petunjuk dalam penyusunan item tes menjodohkan
adalah sebagai berikut:
1. Seri
pertanyaan-pertanyaan dalam matching
test hendaknya tidak lebih dari 10 soal (item),
Sebab pertanyaan-pertanyaan yang banyak itu akan membingungkan murid dan juga
kemungkinan akan mengurangi homogenitas antara item-item itu. Jika itemnya
cukup banyak, lebih baik dijadikan 2 seri.
2.
Jumlah jawaban yang harus dipilih,
harus lebih banyak dari pada jumlah soalnya (lebih kurang 1,5 kali). Dengan
demikian, murid dihadapkan kepada banyak pilihan yang semuanya mempunyai
pemikiran yang benar, sehingga murid terpaksa memilih mempergunakan pikirannya.
3.
Antara item-item yang tergabung dalam
satu seri matching test harus
merupakan
4.
pengertian-pengertian yang benar-benar
homogen.
2.2.4. Tes
Isian (Completion Test)
1. Completion test biasa kita sebut dengan istilah tes
isian, tes menyempurnakan, atau tes melengkapi. Completion test terdiri atas
kalimat-kalimat yang ada bagian-bagiannya yang dihilangkan. Bagian yang
dihilangkan atau yang harus diisi oleh murid ini adalah merupakan pengertian
yang kita minta dari murid. Saran-saran dalam menyusun tes bentuk isian ini
adalah sebagai berikut:
Perlu selalu diingat bahwa kita tidak dapat merencanakan lebih dari satu jawaban yang kelihatan logis.
Perlu selalu diingat bahwa kita tidak dapat merencanakan lebih dari satu jawaban yang kelihatan logis.
2. Jangan mengutip kalimat/pernyataan yang tertera pada
buku/ catatan.
3. Diusahakan semua tempat kosong hendaknya sama panjang.
4. Diusahakan hendaknya setiap pernyataan jangan mempunyai
lebih dari satu tempat kosong.
5. Jangan mulai dengan tempat kosong.
Ada beberapa petunjuk khusus penyusunan tes melengkapi
ini, diantaranya:
1. Hindarkan
pernyataan yang tidak jelas.
2. Jangan
menghilangkan kata-kata kunci terlalu banyak.
3. Hilangkan
kata-kata yang mengandung arti penting, dan jangan dihilangkan kata-kata yang
tidak penting.
4. Hindarkan
munculnya indikator jawaban yang dapat dibaca dari pernyataan yang ada dalam
teks soal.
5. Usahakan agar
jawaban yang diberikan cukup terdiri satu kata atau satu kalimat.
6. Jangan membuang
kata terdepan dari suatu kalimat, hal ini akan menyebabkan sukar untuk dipahami
selain itu juga tampak tidak wajar.
7. Besar kolom
yang dikosongkan untuk diisi hendaknya sama besar.
8.
Untuk mempermudah skoringnya, hendaknya
disediakan kolom jawaban dan diletakkan di sebelah kanan setiap isiannya.
2.2.5.
Tes Uraian
Sebagai salah satu jenis tes hasil belajar, tes uraian
dapat dibedakan menjadi dua golongan, yaitu: tes uraian bentuk bebas atau
terbuka dan tes uraian bentuk terbatas.
Pada tes uraian bentuk terbuka, jawaban yang dikehendaki muncul dari testsepenuhnya diserahkan kepada test itu sendiri. Artinya, testee mempunyai kebebasan yang seluas-luasnya dalam merumuskan, mengorganisasikan dan menyajikan jawabannya dalam bentuk uraian.
Adapun pada tes uraian bentuk terbatas, jawaban yang dikehendaki muncul dari test adalah jawaban yang sifatnya sudah lebih terarah (dibatasi).
Pada tes uraian bentuk terbuka, jawaban yang dikehendaki muncul dari testsepenuhnya diserahkan kepada test itu sendiri. Artinya, testee mempunyai kebebasan yang seluas-luasnya dalam merumuskan, mengorganisasikan dan menyajikan jawabannya dalam bentuk uraian.
Adapun pada tes uraian bentuk terbatas, jawaban yang dikehendaki muncul dari test adalah jawaban yang sifatnya sudah lebih terarah (dibatasi).
Petunjuk Operasional dalam Penyusunan Tes Uraian
Bertitik tolak dari keunggulan-keunggulan dan kelemahan-kelemahan yang
dimiliki oleh tes hasil belajar bentuk uraian seperti telah dikemukakan di
atas, maka beberapa petunjuk operasional berikut ini akan dapat dijadikan
pedoman dalam menyusun butir-butir soal tes uraian.
Pertama, dalam
menyusun butir-butir soal tes uraian, sejauh mungkin harus dapat diusahakan
agar butir-butir soal tersebut dapat mencakup ide-ide pokok dari materi
pelajaran yang telah diajarkan, atau telah diperintahkan kepada testee untuk
mempelajarinya.
Kedua, untuk
menghindari timbulnya perbuatan curang oleh testee
(misalnya: menyontek atau bertanya kepada testee
lainnya), hendaknya diusahakan agar susunan kalimat soal dibuat berlainan
dengan susunan kalimat yang terdapat dalam buku pelajaran atau bahan lain yang
diminta untuk mempelajarinya.
Ketiga, sesaat
setelah butir-butir soal tes uraian dibuat, hendaknya segera disusun dan
dirumuskan secara tegas, bagaimana atau seperti apakah seharusnya jawaban yang
dikehendaki oleh testee sebagai jawaban yang betul.
Keempat, dalam
menyusun butir-butir soal tes uraian hendaknya diusahakan agar
pertanyaan-pertanyaan atau perintah-perintahnya jangan dibuat seragam,
melainkan dibuat secara bervariasi.
Kelima, kalimat
soal hendaknya disusun secara ringkas, padat dan jelas.
Keenam, suatu hal penting yang tidak boleh dilupakan oleh testee ialah, agar dalam menyusun butir-butir soal yang harus dijawab atau dikerjakan oleh testee, hendaknya dikemukakan pedoman tentang cara mengerjakan atau menjawab butir-butir soal tersebut.
Keenam, suatu hal penting yang tidak boleh dilupakan oleh testee ialah, agar dalam menyusun butir-butir soal yang harus dijawab atau dikerjakan oleh testee, hendaknya dikemukakan pedoman tentang cara mengerjakan atau menjawab butir-butir soal tersebut.
Cara
Pengembangan Tes Uraian
Cara pengembangan tes uraian adalah sebagai berikut:
1. Merumuskan tujuan tes.
Tes uraian dapat dibuat untuk bermacam-macam tujuan,
seperti:
Pertama, tes yang bertujuan untuk mengadakan evaluasi
belajar tahap akhir (EBTA) atau ujian lain yang sejenis dengan EBTA.
Kedua, tes yang bertujuan untuk mengadakan seleksi ,
misalnya untuk saringan masuk perguruan tinggi atau untuk penerimaan beasiswa
untuk murid yang berbakat.
Ketiga, tes yang bertujuan untuk mendiagnosis kesulitan
belajar murid, yang dikenal dengan tes diagnostic.
2. Analisis Kurikulum atau Garis-Garis Besar Program
Pengajaran (GBPP)
Analisis kurikulum bertujuan untuk menentukan bobot
setiap pokok bahasan yang akan dijadikan dasar dalam menentukan item atau butir
soal dalam membuat kisi-kisi soal
3. Analisis Buku Pelajaran dan Sumber dari Materi Belajar
Lainnya.
Analisis buku pelajaran digunakan untuk menentukan bobot
setiap pokok bahasan berdasarkan jumlah halaman materi yang termuat dalam buku
pelajaran atau sumber materi belajar lainnya.
4. Mengidentifikasi materi-materi yang cocok untuk dibuat
dengan soal uraian
Tes uraian biasanya dibuat dengan tujuan untuk mengetahui
kemampuan menganalisis yang dimiliki oleh siswa, atau menjelaskan prosedur,
hubungan sebab-akibat, atau memberikan argumen-argumen yang relevan.
5.
Membuat
kisi-kisi.
Manfaat kisi-kisi adalah untuk menjamin sampel soal yang
baik, dalam arti mencakup semua pokok bahasan secara proporsional.
6.
Penulisan
soal disertai pembuatan kunci jawaban dan pedoman penskoran.
Ada beberapa petunjuk dalam penulisan butir-butir soal
seperti valid, dapat dikerjakan dengan kemampuan yang spesifik, dan berikan
petunjuk pengerjaan soal secara lengkap dan jelas.
7. Penelaahan kembali rumusan soal (oleh sendiri atau orang
lain)
8.
Reproduksi
tes terbatas.
Tes yang sudah dibuat diperbanyak dalam jumlah yang cukup
menurut jumlah sampel uji coba atau jumlah peserta.
9. Uji Coba Tes.
Sampel uji coba harus mempunyai karakteristikyang kurang
lebih sama dengan karakteristik peserta tes yang sesungguhnya.
10. Analisis hasil uji coba
Berdasarkan data hasil uji coba dilakukan analisis,
terutama analisis butir soal yang meliputi validitas butir, tingkat kesukaran,
dan fungsi pengecoh.
11. Revisi soal
Apabila soal-soal yang valid belum memenuhi syarat
berdasarkan hasil konfirmasi dengan kisi-kisi, dapat dilakukan perbaikan atau
revisi soal.
12. Merakit soal menjadi tes
2.3. Kebaikan dan KelemahanTesTertulis
2.3.1. Tes Pilihan Ganda
Kebaikan Tes Pilihan Ganda
1.
Lebih fleksibel
dan efektif
2.
Mencakup hamper
seluruh bahan pelajaran
3.
Tepat untuk
mengukur penguraian informas, perbendaharaan kata-kata, pengertian-pengertian,
aplikasi prinsip, rumus, serta kemampuan untuk menginterpretasikan data.
4. Dapat juga untuk mengukur kemampuan siswa dalam hal membuat tafsiran, melakukan pemilihan, mendiskriminasikan, menenrukan, pendapat atas dasar alasan tertentu, dan menarik kesimpulan.
4. Dapat juga untuk mengukur kemampuan siswa dalam hal membuat tafsiran, melakukan pemilihan, mendiskriminasikan, menenrukan, pendapat atas dasar alasan tertentu, dan menarik kesimpulan.
4.
Koreksi dan
penilaiannya mudah.
5.
Obyektif.
6.
Dapat dipakai
berulang-ulang.
Kelemahan tes pilihan ganda
1.
Sulit serta
membutuhkan waktu yang lama dalam menyusun soalnya.
2.
Tidak dapat
dipakai untuk mengukur kecakapan siswa dalam mengorganisasikan bahan.
2.3.2.
Tes Benar Salah
Kebaikan-Kebaikan Tes Benar Salah
1.
Muda dan cepat
dalam menilai.
2.
Waktu
mengerjakan nya cepat.
3.
Penilaiannya
objektif.
4.
Menyusun soal
nya lebih mudah disanding dengan tes pilihan berganda.
5.
Mencakup bahan
yang luas dan tidak banyak memakan tempat karena biasanya pertanyaan pertanyaan
nya singkat saja.
Kelemahan-kelemahan Tes Benar Salah
1.
Lama menyusun
soalnya dibanding dengan tes essay.
2.
Kemungkinan
mengira ngira jawaban nya besar.
3.
Menyusun
pernyataan (soal) supaya pernyataan itu benar atau hanya salah adalah sulit.
4.
Kurang dapat
membedakan murid yang pandai dari murid yang kurang pandai.
5.
Reliabilitas
nya rendah
2.3.3.
Tes Menjodohkan
Kebaikan tes menjodohkan
1.
Baik untuk
mengukur proses mental yang rendah (knowledge).
2.
Kemungkinan
untuk mengukur proses mental yang tinggi tetap ada tetapi sulit sekali.
3.
Obyektif
4.
Mudah disusun.
5.
Contoh untuk
menyusun informasi-informasi yang berbentuk fakta dari suatu pengertian,
hubungan antar pengertian atau konsep-konsep.
Kelemahan tes menjodohkan
1. Kelemahan dari soal tes bentuk ini adalah sukar unutk mengukur proses
mental yang tinggi, dan siswa cenderung untuk membuat tafsiran-tafsiran.
2.3.4.
Tes Isian
Kebaikan tes isian
1.
Mudah dalam
penyusunannya, terutama untuk mengukur ingatan/ pengetahuan.
2.
Sedikit
kesempatan untuk menduga-duga jawaban.
3.
Cocok untuk
siswa kelas/ tingkat rendah.
Kelemahan tes isian
1.
Sukar untuk
mengukur proses mental yang tinggi.
2.
Sulit menyusun
soal yang hanya satu jawaban, lebih-lebih untuk proses mental yang tinggi.
3.
Sulit
penilaiannya jika terdapat bermacam-macam jawaban yang benar.
2.3.5.
Tes Uraian
Kebaikan Tes
Uraian
1.
Tes uraian adalah merupakan jenis tes
hasil belajar yang pembuatannya dapat dilakukan dengan mudah dan cepat. Hal ini
disebabkan karena kalimat-kalimat soal pada tes uraian itu adalah cukup pendek,
sehingga dalam penyusunannya tidak terlalu sulit dan tidak terlalu banyak
memakan waktu, tenaga, pikiran, peralatan dan biaya.
2.
Dengan menggunkan tes uraian, dapat
dicegah kemungkinan timbulnya permainan spekulasi dikalangan testee. Hal ini
dimungkinkan karena hanya testee yang mampu memahami pertanyaan atau perintah
yang diajukan dalam tes itu sajalah yang akan dapat memberikan jawaban yang
benar dan tepat. Adapun bagi testee yang tidak memahami butir-butir pertanyaan
atau perintah yang dikemukakan dalam tes tersebut, kecil sekali kemungkinan
untuk dapat memberikan jawaban dengan benar dan tepat.
3.
Melalui butir-butir soal tes uraian,
penyusun soal akan dapat mengetahui seberapa jauh tingkat kedalaman dan tingkat
penguasaan testee dalam memahami materi yang ditayangkan dalam tes tersebut.
4.
Dengan menggunakan tes uraian, testee
akan terdorong dan terbiasa untuk berani mengemukakan pendapat dengan
menggunakan susunan kalimat dan gaya bahasa yang merupakan hasil olahannya
sendiri.
Kelemahan Tes Uraian
1.
Tes uraian pada umumnya kurang dapat
menampung dan mencakup serta mewakili isi dan luasnya materi atau bahan
pelajaran yang telah diberikan kepada testee, yang seharusnya diujikan dalm tes
hasil belajar. Seperti diketahui jumlah butir soal tes uraian itu sangat
terbatas, sehingga sangat sulit bagi pembuat soal untuk menyusun soal dalam
jumlah yang amat terbatas. Akan tetapi dalam keterbatasannya itu, butir-butir
soal tes tersebut harus dapat menjadi wakil yang representatif bagi keseluruhan
materi pelajaran yang telah diberikan atau yang telah diperintahkan untuk
dipelajari kepada tastee.
2.
Cara mengoreksi jawaban soal tes uraian
cukup sulit. Hal ini disebabkan karena sekalipun butir soalnya sangat terbatas,
namun jawabannya bisa panjang lebar dan bervariasi. Sehingga pekerjaan koreksi
akan banyak menyita waktu, tenaga dan pikiran.
3.
Dalam memberikan skor hasil ter uraian,
terdapat kecenderungan bahwa testee lebih banyak bersifat subyektif. Beberapa
faktor yang dapat mendorong testee untuk bertindak kurang obyektif ini misalnya
adalah: walaupun testee dapat menjawab dengan betul terhadap butir-butir soal
yang diajukan dalam tes, namun karena tulisannya jelek, tidak teratur, jorok
dan sebagainya, maka skor atau nilai yang diberikan kepada testee menjadi lebih
rendah dari pada yang semestinya. Sebaliknya testee yang sebenrnya tidak lebih
baik kualitas jawabannya daripada testee yang telas di sebutkan di atas akan
tetapi karena tulisannya baik, jawaban disusun secara teratur, urut dan rapi,
justru mendapat skor atau nilai yang lebih tinggi dari yang semestinya.
4.
Pekerjaan koreksi terhadap
lembar-lembar jawaban hasil tes uraian sulit untuk diserahkan kepada orang
lain, sebab pada tes uraian orang yang paling tahu mengenai jawaban yang
sempurna adalah penyusun tes itu sendiri. Karena itu maka apabila pekerjaan
koreksi dimaksud di atas diserahkan kepada orang lain, akan mengalami banyak
kesulitan juga ada kemungkinan pemberian skor atau nilai hasil tes bisa berbeda
dari yang semestinya.
5.
Daya ketepatan mengukur (validitas) dan
daya keajegan megukur (reliabilitas) yang dimiliki oleh tes uraian pada umumnya
rendah sehingga kurang dapat diandalkan sebagai alat pengukur hasil belajar
yang baik.
No comments:
Post a Comment