2.1 Sejarah Bank
Indonesia
Perkembangan
1
Sebelum kedatangan bangsa barat, nusantara telah berkembang
menjadi wilayah perdagangan internasional. Pada saat itu terdapat dua jalur
perniagaan internasional yang digunakan oleh para pedagang, jalur darat dan
jalur laut. Pada masa itu telah terdapat dua kerajaan utama di nusantara yang
mempunyai andil besar dalam meramaikan perniagaan internasional, yaitu
Sriwijaya dan Majapahit. Dalam maraknya perniagaan tersebut belum ada mata uang
baku yang dijadikan nilai standar. Meskipun masyarakat telah mengenal mata uang
dalam bentuk sederhana.
Sementara itu pada abad ke-15 bangsa-bangsa Eropa sedang
berupaya memperluas wilayah penjelajahannya di berbagai belahan dunia, termasuk
Asia dan Nusantara. sejak jatuhnya Konstantinopel ke tangan kekuasaan Turki
Usmani (1453), penjelajahan tersebut dipelopori oleh Spanyol dan Portugis yang
kemudian diikuti oleh Belanda, Inggris, dan Perancis. Kegiatan penjelajahan
tersebut telah mendorong munculnya paham merkantilisme di Eropa pada abad ke
16–17.
Selanjutnya pada akhir abad ke-18 revolusi industri telah
berlangsung di Eropa. Kegiatan industri berkembang dan hasil produksi meningkat
sehingga mendorong kegiatan ekspor ke wilayah Asia dan Amerika. Pesatnya perdagangan
di Eropa memicu tumbuhnya lembaga pemberi jasa keuangan yang merupakan
cikal-bakal lembaga perbankan modern, antara lain seperti Bank van Leening di
Belanda. Kemudian secara bertahap bank-bank tertentu di wilayah Eropa seperti
Bank of England (1773), Riskbank (1809), Bank of France (1800) berkembang
menjadi bank sentral.
Munculnya Malaka sebagai emporium perdagangan telah menarik
perhatian bangsa Portugis yang akhirnya pada 1511 berhasil menguasai Malaka.
Mereka terus bergerak ke arah timur menuju sumber rempah-rempah di Maluku. Di
sana Portugis menghadapi bangsa Spanyol yang datang melalui Filipina. Beberapa
saat kemudian bangsa Belanda juga berusaha menguasai sumber-sumber komoditi
perdagangan di Jawa dan Nusantara. Dengan mengibarkan bendera VOC yaitu
perusahaan induk penghimpun perusahaan-perusahaan dagang Belanda, mereka
mengukuhkan kekuasaanya di Batavia pada 1619. Untuk memperlancar dan
mempermudah aktivitas perdagangan VOC di Nusantara, pada 1746 didirikan De Bank
van Leening dan kemudian berubah menjadi De Bank Courant en Bank van Leening
pada 1752. Bank van Leening merupakan bank pertama yang beroperasi di
Nusantara. Pada akhir abad ke-18, VOC telah mengalami kemunduran, bahkan
kebangkrutan. Maka kekuasaan VOC di nusantara diambil alih oleh pemerintah
Kerajaan Belanda. Setelah masa pemerintahan Herman William Daendels dan
Janssen, Hindia Timur akhirnya jatuh ke tangan Inggris.
Ratu Inggris mengutus Sir Thomas Stamford Raffles untuk
memerintah Hindia Timur. Tetapi pemerintahan Raffles tidak bertahan lama,
karena setelah usainya perang melawan Perancis (Napoleon) di Eropa, Inggris dan
Belanda membuat kesepakatan bahwa semua wilayah Hindia Timur diserahkan kembali
kepada Belanda. Sejak saat itu Hindia Timur disebut sebagai Hindia Belanda
(Nederland Indie) dan diperintah oleh Komisaris Jenderal (1815–1819) yang
terdiri dari Elout, Buyskes, dan van der Capellen. Pada periode inilah berbagai
perbaikan ekonomi mulai dilaksanakan di Hindia Belanda. Hingga nantinya Du Bus
menyiapkan beberapa kebijakan yang mempersiapkan didirikannya De Javasche Bank
pada 1828.
Perkembangan
2
Gagasan pembentukan bank sirkulasi untuk Hindia Belanda
dicetuskan menjelang keberangkatan Komisaris Jenderal Hindia Belanda Mr. C.T.
Elout ke Hindia Belanda. Kondisi keuangan di Hindia Belanda dianggap telah
memerlukan penertiban dan pengaturan sistem pembayaran dalam bentuk lembaga
bank. Pada saat yang sama kalangan pengusaha di Batavia, Hindia Belanda, telah
mendesak didirikannya lembaga bank guna memenuhi kepentingan bisnis mereka.
Meskipun demikian gagasan tersebut baru mulai diwujudkan ketika Raja Willem I
menerbitkan Surat Kuasa kepada Komisaris Jenderal Hindia Belanda pada 9
Desember 1826. Surat tersebut memberikan wewenang kepada pemerintah Hindia
Belanda untuk membentuk suatu bank berdasarkan wewenang khusus berjangka waktu,
atau lazim disebut oktroi.
Dengan surat kuasa tersebut, pemerintah Hindia Belanda
mulai mempersiapkan berdirinya DJB. Pada 11 Desember 1827, Komisaris Jenderal
Hindia Belanda Leonard Pierre Joseph Burggraaf Du Bus de Gisignies mengeluarkan
Surat Keputusan No. 28 tentang oktroi dan ketentuan-ketentuan mengenai DJB.
Kemudian pada 24 Januari 1828 dengan Surat Keputusan Komisaris Jenderal Hindia
Belanda No. 25 ditetapkan akte pendirian De Javasche Bank (DJB). Pada saat yang
sama juga diangkat Mr. C. de Haan sebagai Presiden DJB dan C.J. Smulders
sebagai sekretaris DJB.
Oktroi merupakan ketentuan dan pedoman bagi DJB dalam
menjalankan usahanya. Oktroi DJB pertama berlaku selama 10 tahun sejak 1
Januari 1828 sampai 31 Desember 1837 dan diperpanjang sampai dengan 31 Maret
1838. Pada periode oktroi keenam, DJB melakukan pembaharuan akte pendiriannya
di hadapan notaris Derk Bodde di Jakarta pada 22 Maret 1881. Sesuai dengan akte
baru DJB, status bank diubah menjadi Naamlooze Vennootschap (N.V.). Dengan
perubahan akte tersebut, DJB dianggap sebagai perusahaan baru. Oktroi kedelapan
adalah oktroi DJB terakhir hingga berlakunya DJB Wet pada 1922. Pada periode
oktroi terakhir ini, DJB banyak mengeluarkan ketentuan baru dalam bidang sistem
pembayaran yang mengarah kepada perbaikan bagi lalu lintas pembayaran di Hindia
Belanda. Oktroi kedelapan berakhir hingga 31 Maret 1921 dan hanya diperpanjang
selama satu tahun sampai dengan 31 Maret 1922.
Perkembangan
3
Pada 31 Maret 1922 diundangkan De Javasche Bankwet 1922
(DJB Wet). Bankwet 1922 ini kemudian diubah dan ditambah dengan UU tanggal 30
April 1927 serta UU 13 November 1930. Pada dasarnya De Javasche Bankwet 1922
adalah perpanjangan dari oktroi kedelapan DJB yang berlaku sebelumnya. Masa
berlaku Bankwet 1922 adalah 15 tahun ditambah dengan perpanjangan otomatis satu
tahun, selama tidak ada pembatalan oleh gubernur jenderal atau pihak direksi.
Pimpinan DJB pada periode DJB Wet adalah direksi yang terdiri dari seorang
presiden dan sekurang-kurangnya dua direktur, satu di antaranya adalah
sekretaris. Selain itu terdapat jabatan presiden pengganti I, presiden
pengganti II, direktur pengganti I, dan direktur pengganti II. Penetapan jumlah
direktur ditentukan oleh rapat bersama antara direksi dan dewan komisaris. Pada
periode ini DJB terdiri atas tujuh bagian, di antaranya bagian ekonomi
statistik, sekretaris, bagian wesel, bagian produksi, dan bagian efek-efek.
Pada periode ini DJB berkembang pesat dengan 16 kantor
cabang, antara lain: Bandung, Cirebon, Semarang, Yogyakarta, Surakarta,
Surabaya, Malang, Kediri, Kutaraja, Medan, Padang, Palembang, Banjarmasin,
Pontianak, Makassar, dan Manado, serta kantor perwakilan di Amsterdam, dan New
York. DJB Wet ini terus berlaku sebagai landasan operasional DJB hingga
lahirnya Undang-undang Pokok Bank Indonesia 1 Juli 1953.
Perkembangan
4
Pecahnya Perang Dunia II di Eropa terus menjalar hingga ke
wilayah Asia Pasifik. Militer Jepang segera melebarkan wilayah invasinya dari
daratan Asia menuju Asia Tenggara. Menjelang kedatangan Jepang di Pulau Jawa,
Presiden DJB, Dr. G.G. van Buttingha Wichers, berhasil memindahkan semua
cadangan emasnya ke Australia dan Afrika Selatan. Pemindahan tersebut dilakukan
lewat pelabuhan Cilacap. Setelah menduduki Pulau Jawa pada bulan Februari-Maret
1942, tentara Jepang memaksa penyerahan seluruh aset bank kepada mereka.
Selanjutnya, pada bulan April 1942, diumumkan suatu banking-moratorium tentang
adanya penangguhan pembayaran kewajiban-kewajiban bank. Beberapa bulan
kemudian, pimpinan tentara Jepang untuk Pulau Jawa, yang berada di Jakarta,
mengeluarkan ordonansi berupa perintah likuidasi untuk seluruh bank Belanda,
Inggris, dan beberapa bank Cina. Ordonansi serupa juga dikeluarkan oleh komando
militer Jepang di Singapura untuk bank-bank di Sumatera, sedangkan kewenangan
likuidasi bank-bank di Kalimantan dan Great East diberikan kepada Navy Ministry
di Tokyo.
Fungsi dan tugas bank-bank yang dilikuidasi tersebut,
kemudian diambil alih oleh bank-bank Jepang, seperti Yokohama Specie Bank,
Taiwan Bank, dan Mitsui Bank, yang pernah ada sebelumnya dan ditutup oleh
Belanda ketika mulai pecah perang. Sebagai bank sirkulasi di Pulau Jawa,
dibentuklah Nanpo Kaihatsu Ginko yang melanjutkan tugas tentara pendudukan
Jepang dalam mengedarkan invansion money yang dicetak di Jepang dalam tujuh
denominasi, mulai dari satu hingga sepuluh gulden. Sampai pertengahan bulan
Agustus 1945, telah diedarkan invansion money senilai 2,4 milyar gulden di
Pulau Jawa, 1,4 milyar gulden di Sumatera, serta dalam nilai yang lebih kecil
di Kalimantan dan Sulawesi. Sejak tanggal 15 Agustus 1945, juga masuk dalam
peredaran senilai 2 milyar gulden, yang sebagian berasal dari uang yang ditarik
dari bank-bank Jepang di Sumatera serta sebagian lagi dicuri dari De Javasche
Bank Surabaya dan beberapa tempat lainnya. Hingga bulan Maret 1946, jumlah uang
yang beredar di wilayah Hindia Belanda berjumlah sekitar delapan milyar gulden.
Hal tersebut menimbulkan hancurnya nilai mata uang dan memperberat beban
ekonomi wilayah Hindia Belanda.
Perkembangan
5
Setelah Jepang menyerah pada 15 Agustus 1945, Indonesia
segera memproklamasikan kemerdekaannya pada 17 Agustus 1945. Keesokan harinya,
pada 18 Agustus 1945 telah disusun Undang-Undang Dasar 1945. Dalam penjelasan
UUD 1945 Bab VIII pasal 23 Hal Keuangan yang menyatakan cita-cita membentuk
bank sentral dengan nama Bank Indonesia untuk memperkuat adanya kesatuan wilayah
dan kesatuan ekonomi-moneter. Sementara itu dengan membonceng tentara Sekutu,
Belanda kembali mencoba menduduki wilayah yang pernah dijajahnya. Maka dalam
wilayah Indonesia terdapat dua pemerintahan yaitu: pemerintahan Republik
Indonesia dan pemerintahan Belanda atau Nederlandsche Indische Civil
Administrative (NICA). Selanjutnya NICA membuka akses kantor-kantor pusat Bank
Jepang di Jakarta dan menugaskan DJB menjadi bank sirkulasi mengambil alih
peran Nanpo Kaihatsu Ginko. Tidak lama kemudian DJB berhasil membuka sembilan
cabangnya di wilayah-wilayah yang dikuasai oleh NICA. Pembukaan cabang-cabang
DJB terus berlanjut seiring dengan dua agresi militer yang dilancarkan Belanda
kepada Indonesia. Sementara itu di wilayah yang dikuasai oleh Republik Indonesia,
dibentuk Jajasan Poesat Bank Indonesia (Yayasan Bank Indonesia) yang kemudian
melebur dalam Bank Negara Indonesia sebagai bank sirkulasi berdasarkan
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No.2/1946. Namun demikian situasi
perang kemerdekaan dan terbatasnya pengakuan dunia sangat menghambat peran BNI
sebagai bank sirkulasi. Namun demikian pada 30 Oktober 1946, pemerintah dapat
menerbitkan Oeang Repoeblik Indonesia (ORI) sebagai uang pertama Republik
Indonesia. Periode ini ditutup dengan Konferensi Meja Bundar (KMB) 1949 yang
memutuskan DJB sebagai bank sirkulasi untuk Republik Indonesia Serikat (RIS)
dan Bank Negara Indonesia sebagai bank pembangunan.
Perkembangan
6
Pada Desember 1949, Belanda mengakui kedaulatan Republik
Indonesia sebagai bagian dari Republik Indonesia Serikat (RIS). Pada saat itu,
sesuai dengan keputusan Konferensi Meja Bundar (KMB), fungsi bank sentral tetap
dipercayakan kepada De Javasche Bank (DJB). Pemerintahan RIS tidak berlangsung
lama, karena pada tanggal 17 Agustus 1950, pemerintah RIS dibubarkan dan
Indonesia kembali ke bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Pada
saat itu, kedudukan DJB tetap sebagai bank sirkulasi. Berakhirnya kesepakatan
KMB ternyata telah mengobarkan semangat kebangsaan yang terwujud melalui
gerakan nasionalisasi perekonomian Indonesia. Nasionalisasi pertama
dilaksanakan terhadap DJB sebagai bank sirkulasi yang mempunyai peranan penting
dalam menggerakkan roda perekonomian Indonesia. Sejak berlakunya Undang-undang
Pokok Bank Indonesia pada tanggal 1 Juli 1953, bangsa Indonesia telah memiliki
sebuah lembaga bank sentral dengan nama Bank Indonesia.
Sebelum berdirinya Bank Indonesia, kebijakan moneter,
perbankan, dan sistem pembayaran berada di tangan pemerintah. Dengan menanggung
beban berat perekonomian negara pasca perang, kebijakan moneter Indonesia
ditekankan pada peningkatan posisi cadangan devisa dan menahan laju inflasi.
Sementara itu, pada periode ini, pemerintah terus berusaha memperkuat sistem
perbankan Indonesia melalui pendirian bank-bank baru. Sebagai bank sirkulasi,
DJB turut berperan aktif dalam mengembangkan sistem perbankan nasional terutama
dalam penyediaan dana kegiatan perbankan. Banyaknya jenis mata uang yang
beredar memaksa pemerintah melakukan penyeragaman mata uang. Maka, meski hanya
untuk waktu yang singkat, pemerintah mengeluarkan uang kertas RIS yang
menggantikan Oeang Republik Indonesia dan berbagai jenis uang lainnya.
Akhirnya, setelah sekian lama berlaku sebagai acuan hukum pengedaran uang di
Indonesia, Indische Muntwet 1912 diganti dengan aturan baru yang dikenal dengan
Undang-undang Mata Uang 1951.
2.2 Profil Bank
Indonesia
2.2.1
Fungsi Bank
Indonesia
·
Status dan
Kedudukan Bank Indonesia
Lembaga Negara
yang Independen
Babak
baru dalam sejarah Bank Indonesia sebagai Bank Sentral yang independen dalam
melaksanakan tugas dan wewenangnya dimulai ketika sebuah undang-undang baru,
yaitu UU No. 23/1999 tentang Bank Indonesia, dinyatakan berlaku pada tanggal 17
Mei 1999 dan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang
Republik Indonesia No. 6/ 2009. Undang-undang ini memberikan status
dan kedudukan sebagai suatu lembaga negara yang independen dalam melaksanakan
tugas dan wewenangnya, bebas dari campur tangan Pemerintah dan/atau pihak lain,
kecuali untuk hal-hal yang secara tegas diatur dalam undang-undang ini.
Bank
Indonesia mempunyai otonomi penuh dalam merumuskan dan melaksanakan setiap
tugas dan wewenangnya sebagaimana ditentukan dalam undang-undang tersebut.
Pihak luar tidak dibenarkan mencampuri pelaksanaan tugas Bank Indonesia, dan
Bank Indonesia juga berkewajiban untuk menolak atau mengabaikan intervensi
dalam bentuk apapun dari pihak manapun juga.
Status
dan kedudukan yang khusus tersebut diperlukan agar Bank Indonesia dapat
melaksanakan peran dan fungsinya sebagai otoritas moneter secara lebih efektif
dan efisien.
Sebagai Badan
Hukum
Status
Bank Indonesia baik sebagai badan hukum publik maupun badan hukum perdata
ditetapkan dengan undang-undang. Sebagai badan hukum publik Bank Indonesia
berwenang menetapkan peraturan-peraturan hukum yang merupakan pelaksanaan dari
undang-undang yang mengikat seluruh masyarakat luas sesuai dengan tugas dan
wewenangnya. Sebagai badan hukum perdata, Bank Indonesia dapat bertindak untuk
dan atas nama sendiri di dalam maupun di luar pengadilan.
·
Visi, Misi dan Sasaran Strategis Bank Indonesia
Visi
Menjadi
lembaga bank sentral yang kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan
nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi yang rendah dan
nilai tukar yang stabil
Misi
1. Mencapai
stabilitas nilai rupiah dan menjaga efektivitas transmisi kebijakan moneter
untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkualitas.
2. Mendorong
sistem keuangan nasional bekerja secara efektif dan efisien serta mampu
bertahan terhadap gejolak internal dan eksternal untuk mendukung alokasi sumber
pendanaan/pembiayaan dapat berkontribusi pada pertumbuhan dan stabilitas
perekonomian nasional.
3. Mewujudkan
sistem pembayaran yang aman, efisien, dan lancar yang berkontribusi terhadap
perekonomian, stabilitas moneter dan stabilitas sistem keuangan dengan
memperhatikan aspek perluasan akses dan kepentingan nasional.
4. Meningkatkan
dan memelihara organisasi dan SDM Bank Indonesia yang menjunjung tinggi
nilai-nilai strategis dan berbasis kinerja, serta melaksanakan tata kelola
(governance) yang berkualitas dalam rangka melaksanakan tugas yang diamanatkan
UU.
Nilai-Nilai
Strategis
Trust and
Integrity – Professionalism – Excellence – Public Interest – Coordination and
Teamwork
Sasaran
Strategis
Untuk
mewujudkan Visi, Misi dan Nilai-nilai Strategis tersebut, Bank Indonesia
menetapkan sasaran strategis jangka menengah panjang, yaitu :
1. Memperkuat
pengendalian inflasi dari sisi permintaan dan penawaran
2. Menjaga
stabilitas nilai tukar
3. Mendorong
pasar keuangan yang dalam dan efisien
4. Menjaga SSK
yang didukung dengan penguatan surveillance SP
5. Mewujudkan
keuangan inklusif yang terarah, efisien, dan sinergis
6. Memelihara
SP yang aman, efisien, dan lancar
7. Memperkuat
pengelolaan keuangan BI yang akuntabel
8. Mewujudkan
proses kerja efektif dan efisien dengan dukungan SI, kultur, dan governance
9. Mempercepat
ketersediaan SDM yang kompeten
10.
Memperkuat aliansi strategis dan
meningkatkan persepsi positif BI
11.
Memantapkan kelancaran transisi
pengalihan fungsi pengawasan bank ke OJK
·
Tujuan dan
Tugas Bank Indonesia
Tujuan
Tunggal
Dalam kapasitasnya sebagai bank
sentral, Bank Indonesia mempunyai satu tujuan tunggal, yaitu mencapai dan
memelihara kestabilan nilai rupiah. Kestabilan nilai rupiah ini mengandung dua
aspek, yaitu kestabilan nilai mata uang terhadap barang dan jasa, serta
kestabilan terhadap mata uang negara lain.
Aspek pertama tercermin pada
perkembangan laju inflasi, sementara aspek kedua tercermin pada perkembangan
nilai tukar rupiah terhadap mata uang negara lain. Perumusan tujuan tunggal ini
dimaksudkan untuk memperjelas sasaran yang harus dicapai Bank Indonesia serta
batas-batas tanggung jawabnya. Dengan demikian, tercapai atau tidaknya tujuan
Bank Indonesia ini kelak akan dapat diukur dengan mudah.
Tiga Pilar Utama
Tiga Pilar Utama
Untuk
mencapai tujuan tersebut Bank Indonesia didukung oleh tiga pilar yang merupakan
tiga bidang tugasnya. Ketiga bidang tugas tersebut (klik pada gambar dibawah)
perlu diintegrasi agar tujuan mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah
dapat dicapai secara efektif dan efisien.

Pilar 1.
Menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter
Sebagai
otoritas moneter, Bank Indonesia menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter
untuk mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah. Arah kebijakan
didasarkan pada sasaran laju inflasi yang ingin dicapai dengan memperhatikan
berbagai sasaran ekonomi makro lainnya, baik dalam jangka pendek, menengah,
maupun panjang. Implementasi kebijakan
moneter dilakukan dengan menetapkan suku bunga (BI Rate).
Perkembangan
indikator tersebut dikendalikan melalui piranti moneter tidak langsung, yaitu
menggunakan operasi pasar terbuka, penentuan tingkat diskonto, dan penetapan
cadangan wajib minimum bagi perbankan.
Pendekatan pegendalian
moneter secara tidak langsung ini telah dilakukan sejak 1983 dengan mekanisme
operasional yang disesuaikan dengan dinamika perkembangan pasar uang di dalam
negeri.
Operasi Pasar Terbuka
Operasi Pasar Terbuka
Operasi
Pasar Terbuka (OPT) dilaksanakan untuk mempengaruhi likuiditas rupiah di pasar
uang, yang pada gilirannya akan mempengaruhi tingkat suku bunga. OPT dilakukan
melalui dua cara, yaitu melalui penjualan Sertifikat Bank Indonesia (SBI) dan
Intervensi Rupiah.
Penjualan SBI dilakukan
melalui lelang sehingga tingkat diskonto yang terjadi benar-benar mencerminkan
kondisi likuiditas pasar uang. Sedangkan kegiatan intervensi rupiah dilakukan
oleh Bank Indonesia untuk menyesuaikan kondisi pasar uang, baik likuiditas
maupun tingkat suku bunga.
Penetapan
Cadangan Wajib Minimum
Kebijakan
ini mewajibkan setiap bank mencadangkan sejumlah aktiva lancar yang besarnya
adalah persentasi tertentu dari kewajiban segeranya. Saat ini, kebijakan ini
tertuang dalam ketentuan Giro Wajib Minimum (GWM) sebesar 5% dari dana pihak
ketiga yang diterima bank, yang wajib dipelihara dalam rekening bank yang
bersangkutan di Bank Indonesia. Apabila Bank Indonesia memandang perlu untuk
mengetatkan kebijakan moneter maka cadangan wajib tersebut dapat ditingkatkan,
dan demikian pula sebaliknya.
Peran sebagai
Lender of The Last Resort
Bank
Indonesia juga berfungsi sebagai lender of the last resort. Dalam melaksanakan
fungsi ini, Bank Indonesia dapat memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan
prinsip syariah kepada bank yang mengalami kesulitan likuiditas jangka pendek
yang disebabkan oleh terjadinya mismatch dalam pengelolaan dana. Pinjaman
tersebut berjangka waktu maksimal 90 hari, dan bank penerima pinjaman wajib
menyediakan agunan yang berkualitas tinggi serta mudah dicairkan dengan nilai
sekurang-kurangnya sama dengan jumlah pinjaman.
Kebijakan Nilai
Tukar
Nilai
tukar yang lazim disebut kurs, mempunyai peran penting dalam rangka tercapainya
stabilitas moneter dan dalam mendukung kegiatan ekonomi. Nilai tukar yang
stabil diperlukan untuk terciptanya iklim yang kondusif bagi peningkatan
kegiatan dunia usaha.
Secara garis besar, sejak
tahun 1970, Indonesia telah menerapkan tiga sistem nilai tukar, yaitu sistem
nilai tukar tetap mulai tahun 1970 sampai tahun 1978, sistem nilai tukar
mengambang terkendali sejak tahun 1978, dan sistem nilai tukar mengambang bebas
(free floating exchange rate system) sejak 14 Agustus 1997.
Dengan
diberlakukannya sistem yang terakhir ini, nilai tukar rupiah sepenuhnya
ditentukan oleh pasar sehingga kurs yang berlaku adalah benar-benar pencerminan
keseimbangan antara kekuatan penawaran dan permintaan. Untuk menjaga stabilitas
nilai tukar, Bank Indonesia pada waktu-waktu tertentu melakukan sterilisasi di
pasar valuta asing, khususnya pada saat terjadi gejolak kurs yang berlebihan.
Pengelolaan
Cadangan Devisa
Cadangan
devisa merupakan posisi bersih aktiva luar negeri Pemerintah dan bank-bank
devisa, yang harus dipelihara untuk keperluan transaksi internasional. Dalam
mengelola cadangan devisa ini, Bank Indonesia lebih mengutamakan tercapainya
tujuan likuiditas dan keamanan daripada keuntungan yang tinggi. Walaupun
demikian, Bank Indonesia tetap mempertimbangkan perkembangan yang terjadi di
pasar internasional, sehingga tidak tertutup kemungkinan terjadinya pergeseran
dalam portfolio komposisi jenis penempatan cadangan devisa.
Dalam mengelola cadangan
devisa yang optimal, Bank Indonesia menerapkan sistem diversifikasi, baik
berdasarkan jenis valuta asing maupun berdasarkan jenis investasi surat
berharga. Dengan cara tersebut diharapkan penurunan nilai dalam salah satu mata
uang dapat dikompensasi oleh jenis mata uang lainnya atau penempatan lain yang
mempunyai nilai yang lebih baik.
Kredit Program
Dengan
status Bank Indonesia sebagai otoritas moneter yang independen, pemberian
kredit program yang selama ini dilakukan selanjutnya berada di luar lingkup
tugas Bank Indonesia. Tugas pemberian kredit program akan dilakukan oleh Badan
Usaha Milik Negara (BUMN) yang ditunjuk Pemerintah. Pengalihan tugas ini
dimaksudkan agar Bank Indonesia dapat lebih memfokuskan perhatian pada
pencapaian sasaran-sasaran moneter serta agar dapat tercipta pembagian tugas
yang baik antara Pemerintah dan Bank Indonesia.
Pilar 2. Mengatur
dan menjaga kelancaran sistem pembayaran
Sesuai
dengan Undang- Undang No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia, salah satu
tugas Bank Indonesia adalah mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran.
Di bidang sistem pembayaran Bank Indonesia merupakan satu-satunya lembaga yang
berwenang untuk mengeluarkan dan mengedarkan uang rupiah serta mencabut,
menarik dan memusnahkan uang dari peredaran. Disisi lain dalam rangka mengatur
dan menjaga kelancaran sistem pembayaran Bank Indonesia berwenang melaksanakan,
memberi persetujuan dan perizinan atas penyelenggaraan jasa sistem pembayaran
seperti sistem transfer dana baik yang bersifat real time, sistem kliring
maupun sistem pembayaran lainnya misalnya sistem pembayaran berbasis kartu.
Untuk
mewujudkan suatu sistem pembayaran yang efisien, cepat, aman dan handal, Bank
Indonesia secara terus menerus melakukan pengembangan sesuai dengan acuan yang
ditetapkan yaitu Blue Print Sistem Pembayaran Nasional. Pengembangan tersebut
direalisasikan dalam bentuk kebijakan dan ketentuan yang diarahkan pada
pengurangan risiko pembayaran antar bank dan peningkatan efisiensi pelayanan
jasa sistem pembayaran.
Pada
sistem pembayaran non tunai, saat ini penyediaan layanan jasa pembayaran
sebagian besar dilakukan oleh perbankan baik melalui rekening bank di Bank
Indonesia, hubungan bilateral antar bank maupun melalui jaringan internal bank
yang dimilikinya. Layanan pembayaran dana antar nasabah tersebut biasanya
dilakukan melalui transfer elektronik, sistem kliring maupun melalui sistem
Bank Indonesia Real Time Gross Settlement (BI-RTGS). Dari sisi piranti
pembayaran, secara historis sistem pembayaran non tunai di Indonesia didominasi
oleh piranti pembayaran berbasis warkat, namun dalam perkembangannya piranti
elektronik mulai banyak berperan terutama sejak dioperasikannya sistem BI-RTGS
pada bulan November untuk penyelesaian transaksi bernilai besar atau urgent.
Sementara
itu dalam kaitannya dengan pengawasan sistem pembayaran, Bank Indonesia
memiliki tanggung jawab agar masyarakat luas dapat memperoleh jasa sistem
pembayaran yang efisien, cepat, tepat dan aman. Fungsi pengawasan sistem
pembayaran ini selain berwenang untuk memberikan izin operasional terhadap
pihak yang menyelenggarakan kegiatan di bidang sistem pembayaran juga berwenang
untuk melakukan pengawasan terhadap penyelenggaraan sistem pembayaran baik yang
dilakukan oleh Bank Indonesia maupun pihak lain di luar Bank Indonesia.
Pilar 3. Mengatur
dan mengawasi bank
Dalam
rangka tugas mengatur dan mengawasi perbankan, Bank Indonesia menetapkan
peraturan, memberikan dan mencabut izin atas kelembagaan atau kegiatan usaha
tertentu dari bank, melaksanakan pengawasan atas bank, dan mengenakan sanksi
terhadap bank sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Dalam pelaksanaan tugas
ini, Bank Indonesia berwenang menetapkan ketentuan-ketentuan perbankan dengan
menjunjung tinggi prinsip kehati-hatian.
Berkaitan
dengan kewenangan di bidang perizinan, selain memberikan dan mencabut izin
usaha bank, Bank Indonesia juga dapat memberikan izin pembukaan, penutupan dan
pemindahan kantor bank, memberikan persetujuan atas kepemilikan dan
kepengurusan bank, serta memberikan izin kepada bank untuk menjalankan
kegiatan-kegiatan usaha tertentu.
Di
bidang pengawasan, Bank Indonesia melakukan pengawasan langsung maupun tidak
langsung. Pengawasan langsung dilakukan baik dalam bentuk pemeriksaan secara
berkala maupun sewaktu-waktu bila diperlukan. Pengawasan tidak langsung
dilakukan melalui penelitian, analisis dan evaluasi terhadap laporan yang
disampaikan oleh bank
Upaya
Restrukturisasi Perbankan
Sebagai
upaya membangun kembali kepercayaan masyarakat terhadap sistem keuangan dan
perekonomian Indonesia, Bank Indonesia telah menempuh langkah restrukturisasi
perbankan yang komprehensif. Langkah ini mutlak diperlukan guna memfungsikan
kembali perbankan sebagai lembaga perantara yang akan mendorong pertumbuhan
ekonomi, disamping sekaligus meningkatkan efektivitas pelaksanaan kebijakan
moneter.
Restrukturisasi
perbankan tersebut dilakukan melalui upaya memulihkan kepercayaan masyarakat,
program rekapitalisasi, program restrukturisasi kredit, penyempurnaan ketentuan
perbankan, dan peningkatan fungsi pengawasan bank.
Pendukung :
Manajemen Intern
Pelaksanaan
tugas Bank Indonesia di bidang moneter, perbankan, dan sistem pembayaran
ditunjang oleh sektor manajeman intern yang secara terus menerus dikembangkan
dan dibenahi. Tuntutan terhadap sektor ini menjadi semakin besar, mengingat
tantangan yang dihadapi Bank Indonesia ke depan tidaklah ringan, terutama
mengingat sangat kompleksnya permasalahan yang dihadapi oleh perekonomian
nasional.
Dalam kaitannya dengan
pelaksanaan tugas Bank Indonesia, dan seiring dengan perubahan tatanan sosial
politik Indonesia, kebijakan sektor manajemen intern diarahkan terutama pada
fungsi sebagai pendukung pelaksanaan tugas pokok Bank Indonesia melalui
penyediaan jasa secara cepat dan tepat. Dalam hubungan ini, Bank Indonesia
telah menempuh langkah-langkah kebijakan strategis di bidang manajemen intern
yang pada dasarnya merupakan (i) penajaman atas langkah-langkah yang selama ini
dilakukan dan (ii) implementasi segera hal-hal yang telah diamanatkan dalam
Undang-undang No.23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia.
Kebijakan
di bidang manajemen intern pada intinya menyangkut pengembangan kelembagaan
Bank Indonesia yang meliputi: pengembangan organisasi, Sumber Daya Manusia
(SDM), dan infrastruktur.
Pengembangan
Organisasi
Berbagai
langkah telah ditempuh Bank Indonesia untuk meningkatkan efektivitas organisasi
yang independen. Dalam hubungan in0i, rencana strategis pengembangan organisasi
Bank Indonesia ke depan akan lebih difokuskan pada organisasi yang lebih
ramping, dinamis dan mampu menyesuaikan dengan perkembangan eksternal, serta
mampu mendukung pengambilan kebijakan yang cepat, tepat dan akurat.
Berkaitan
dengan upaya mewujudkan Bank Indonesia baru yang sesuai dengan semangat
independensi seperti tertuang dalam UU No.23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia,
disadari perlu untuk merumuskan kembali suatu visi dan misi organisasi yang
sesuai dengan semangat independensi tersebut. Untuk itu, Bank Indonesia telah
merumuskan visi dan misi organisasi untuk ditetapkan sebagai strategi jangka
panjang Bank Indonesia yang mengarah pada terwujudnya Bank Indonesia yang
dipercaya (trustworthy) dan disegani (respectable).
Pengembangan
Sumber Daya Manusia (SDM)
Bank
Indonesia terus mempersiapkan SDM yang kompeten yang tidak saja memiliki
kemampuan keilmuan dan ketrampilan yang handal, tetapi juga integritas dan rasa
tanggung jawab yang tinggi dalam melaksanakan tugas. Tentu saja hal tersebut
disertai dengan penyempurnaan sistem manajemen SDM yang ada agar lebih
mendukung pelaksanaan tugas Bank Indonesia.
Langkah-langkah
peningkatan kualitas sumber daya manusia di Bank Indonesia telah dirumuskan
dengan menyusun strategi pengembangan sumber daya manusia yang ditempuh dengan
menyempurnakan sistem penerimaan, promosi, mutasi, dan pendidikan serta
pelatihan. Di samping itu, Bank Indonesia juga telah mengembangkan nilai-nilai
yang sesuai dengan pencapaian tugas visi dan misi Bank Indonesia, yaitu melalui
pengembangan budaya kerja yang sesuai dengan tuntutan Undang-undang No. 23/1999
dan dapat diimplementasikan oleh seluruh pegawai serta dapat meningkatkan
kontribusi pencapaian kinerja Bank Indonesia.
Untuk
itu, Bank Indonesia telah melakukan penyempurnaan sistem penerimaan dan promosi
pegawai, menyelenggarakan program pendidikan kepemimpinan (leadership) secara
intensif, terencana dan berkesinambungan, serta program peningkatan tata tertib
dan disiplin pegawai.
Pengembangan
Infrastruktur
Langkah
strategis lainnya yang terus dilakukan adalah penyempurnaan infrastruktur
organisasi yang meliputi beberapa aspek antara lain penyempurnaan sistem dan
mekanisme tata kerja, termasuk pendelegasian wewenang, pengambilan keputusan,
peningkatan manajemen keuangan, pengembangan sistem teknologi informasi,
pengembangan kehumasan, penajaman sistem pengawasan intern dan kebijakan hukum,
serta pengelolaan dokumen.
·
Akuntabilitas
Undang-Undang
Bank Indonesia No. 23/1999 menuntut adanya akuntabilitas dan transparansi dalam
setiap pelaksanaan tugas, wewenang dan anggaran Bank Indonesia. Akuntabilitas
dan transparansi yang dituntut dari Bank Indonesia tersebut dimaksudkan agar
semua pihak yang berkepentingan dapat ikut melakukan pengawasan terhadap setiap
langkah kebijakan yang ditempuh oleh Bank Indonesia. Dari segi pelaksanaan
tugas dan wewenang, prinsip akutabilitas dan transparansi diterapkan dengan
cara menyampaikan informasi kepada masyarakat luas secara terbuka melalui media
massa, pada setiap awal tahun, mengenai evaluasi pelaksanaan kebijakan moneter
pada tahun sebelumnya, serta rencan kebijakan moneter dan penetapan
sasaran-sasaran moneter untuk tahun yang akan datang. Informasi tersebut juga
disampaikan secara tertulis kepada Presiden dan DPR.
Sejalan
dengan fungsi pengawasan yang diemban oleh DPR, Bank Indonesia juga diwajibkan
untuk menyampaikan laporan perkembangan pelaksanaan tugas dan wewenangnya
kepada DPR setiap triwulan atau sewaktu-waktu bila diminta oleh DPR.
Demi
tercapainya transparansi di bidang anggaran, Bank Indonesia berkewajiban
menyampaikan anggaran tahunannya kepada DPR. Disamping itu, Laporan Keuangan
Tahunan Bank Indonesia juga disampaikan kepada Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)
untuk diteliti dan diumumkan kepada masyarakat melalui media massa. Bank
Indonesia juga diwajibkan menyusun neraca singkat mingguan yang diumumkan dalam
Berita Negara Republik Indonesia. Masih merupakan bagian dari transparansi,
Bank Indonesia secara berkala menerbitkan berbagai publikasi seperti Laporan
Mingguan, Statistik Ekonomi Keuangan Indonesia Bulanan, Tinjauan Kebijakan
Moneter Bulanan, Perkembangan Ekonomi dan Moneter Triwulanan, Laporan
Triwulanan Perkembangan Kebijakan Moneter, dan Laporan Tahunan.
2.2.2 Dewan Gubernur Bank Indonesia
·
Pengangkatan dan
Pemberhentian Dewan Gubernur
Dalam
melaksanakan tugas dan wewenangnya Bank Indonesia dipimpin oleh Dewan Gubernur.
Dewan ini terdiri atas seorang Gubernur sebagai pemimpin, dibantu oleh seorang
Deputi Gubernur Senior sebagai wakil, dan sekurang-kurangnya empat atau
sebanyak-banyaknya tujuh Deputi Gubernur. Masa jabatan Gubernur dan Deputi
Gubernur selama 5 tahun dan dapat diangkat kembali dalam jabatan yang sama
untuk sebanyak-banyaknya 1 kali masa jabatan berikutnya.
Gubernur,
Deputi Gubernur Senior, dan Deputi Gubernur diusulkan dan diangkat oleh
Presiden dengan persetujuan DPR. Calon Deputi Gubernur diusulkan oleh Presiden
berdasarkan rekomendasi dari Gubernur Bank Indonesia. (vide Pasal 41 UU
No.3 Tahun 2004 yang mengubah UU No.23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia).
Anggota Dewan Gubernur Bank Indonesia tidak dapat diberhentikan oleh Presiden,
kecuali bila mengundurkan diri, terbukti melakukan tindak pidana kejahatan,
tidak dapat hadir secara fisik dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan berturut-turut
tanpa alasan yang dapat dipertanggungjawabkan, dinyatakan pailit atau tidak
mampu memenuhi kewajiban kepada kreditur, atau berhalangan tetap.
·
Pengambilan Keputusan
Sebagai
suatu forum pengambilan keputusan tertinggi, Rapat Dewan Gubernur
diselenggarakan sekurang-kurangnya sekali dalam sebulan untuk menetapkan
kebijakan umum di bidang moneter, serta sekurang-kurangnya sekali dalam
seminggu untuk melakukan evaluasi atas pelaksanaan kebijakan moneter atau
menetapkan kebijakan lain yang bersifat prinsipil dan strategis. Pengambilan
keputusan dilakukan dalam Rapat Dewan Gubernur, atas dasar prinsip musyawarah
demi mufakat. Apabila mufakat tidak tercapai, Gubernur menetapkan keputusan
akhir.
Profil Dewan Gubernur:
![]() |
Gubernur
Agus D.W. Martowardojo |
![]() |
Deputi Gubernur Senior
Mirza Adityaswara |
![]() |
Deputi Gubernur
Halim Alamsyah |
![]() |
Deputi Gubernur
Ronald Waas |
![]() |
Deputi Gubernur
Perry Warjiyo |
![]() |
Deputi Gubernur
Hend |
2.2.3 Kebijakan Moneter
Bank Indonesia
berwenang menetapkan sasaran-sasaran moneter dengan memperhatikan sasaran laju
inflasi. Bank Indonesia juga dapat melakukan upaya pengendalian moneter antara
lain melalui:
(i) operasi
pasar terbuka,
(ii) penetapan
tingkat diskonto,
(iii) penetapan
cadangan wajib minimum,
(iv) pengaturan
kredit atau pembiayaan.
Cara-cara
pengendalian moneter juga dapat dilaksanakan berdasarkan prinsip syariah.
·
Operasi Pasar Terbuka
(OPT) Open Market Operation (OMO)
OPT merupakan
salah satu instrumen moneter Bank Indonesia untuk mengendalikan jumlah uang
Rupiah yang beredar. Mekanisme pengendalian uang primer melalui OPT
dapat dilakukan melalui penjualan
Sertifikat Bank Indonesia (SBI), pembelian surat berharga, ataupun intervensi
di pasar valuta asing.
·
Penetapan Tingkat
Diskonto Discount Rate Setting
Bank Indonesia
dapat pula memelihara stabilitas moneter dengan menentukan tingkat diskonto
dalam OPT maupun dalam menjalankan fungsi lender of the last resort.
·
Penetapan Cadangan
Wajib Minimum
Minimum Reserve
Requirement Setting Penetapan Cadangan Wajib Minimum merupakan kebijakan yang
menetapkan sejumlah aktiva lancar yang harus dicadangkan oleh setiap bank, yang
besarnya merupakan presentase dari kewajiban segeranya. Bila dipandang perlu,
Bank Indonesia dapat melakukan pengendalian moneter dengan menaikkan atau
menurunkan besar Cadangan Wajib Minimum yang harus ditahan oleh setiap bank.
·
Peran sebagai Lender of
the Last Resort
The Lender of
the Last Resort Bank Indonesia dapat berfungsi sebagai lender of the last
resort dengan memberikan kredit atau pembiayaan kepada bank yang mengalami
kesulitan likuiditas jangka pendek (maksimal 90 hari). Bank penerima pinjaman
wajib menyediakan agunan yang berkualitas tinggi dengan nilai minimal sama
dengan jumlah pinjaman.
·
Kebijakan Nilai Tukar
Exchange Rate
Policy Nilai tukar yang lazim disebut kurs, mempunyai peran penting dalam
rangka tercapainya stabilitas moneter. Nilai tukar yang stabil diperlukan untuk
terciptanya iklim yang kondusif bagi
peningkatan kegiatan dunia usaha. Secara garis besar, sejak tahun 1970,
Indonesia telah menerapkan tiga sistem nilai tukar, yaitu sistem nilai tukar
tetap mulai tahun 1970 sampai tahun 1978, sistem nilai tukar mengambang
terkendali sejak tahun 1978, dan sistem nilai tukar mengambang bebas (freefloating
exchange rate system) sejak 14
Agustus
1997. Dengan diberlakukannya sistem yang terakhir ini, nilai tukar Rupiah
sepenuhnya ditentukan oleh pasar sehingga kurs yang berlaku adalah benar-benar
merupakan cerminan keseimbangan antara kekuatan penawaran dan permintaan. Untuk
menjaga stabilitas nilai tukar, Bank Indonesia pada waktu-waktu tertentu
melakukan upaya sterilisasi
pada pasar valuta asing, khususnya
pada saat terjadi gejolak kurs yang berlebihan.
·
Pengelolaan Cadangan
Devisa
Reserves Assets
Management Cadangan devisa yang dikelola Bank Indonesia antara lain terdiri
dari emas moneter, cadangan di IMF, cadangan dalam valuta asing, hak atas
devisa yang setiap waktu dapat ditarik dari suatu badan keuangan internasional,
dan tagihan lainnya. Cadangan devisa ini dikelola Bank Indonesia agar mencapai
jumlah yang cukup untuk melaksanakan kebijakan moneter. Pengelolaan cadangan
devisa lebih mengutamakan tercapainya tujuan likuiditas dan keamanan daripada
maksimalisasi keuntungan.
Walaupun
demikian, Bank Indonesia tetap mempertimbangkan perkembangan yang terjadi di
pasar internasional dalam menentukan komposisi portofolio penempatan cadangan devisa.
Bank Indonesia menerapkan sistem diversifikasi dalam pengelolaan cadangan
devisa, baik berdasarkan jenis valuta asing maupun berdasarkan jenis investasi
surat berharga. Dengan cara tersebut diharapkan penurunan nilai dalam salah
satu mata uang dapat dikompensasi oleh jenis mata uang lainnya atau penempatan
lain yang mempunyai kinerja yang lebih baik.
2.2.4 PengaturandanPengawasanBankRegulationandSupervisionofBanks
BankIndonesiaberwenang menetapkan
peraturan,mengeluarkan dan mencabut
izin
atas kelembagaan
dankegiatanusahatertentu daribank, melaksanakanfungsipengawasan,serta mengenakansanksiterhadapbank. Fungsi pengawasandilakukan
melalui pemeriksaanberkaladansewaktu- waktu,maupundengananalisislaporan yangdisampaikan olehmasing-masing bank.
UpayaRestrukturisasiPerbankan. Untukmengembalikanfungsi intermediasiperbankan,BankIndonesia telahmenetapkan berbagailangkah restrukturisasi
yangmenyeluruhdan terpadu. Program-program restrukturisasi
tersebutmencakup programpemulihankepercayaan masyarakat,rekapitalisasi, restrukturisasi
kredit,penyempurnaan ketentuanperbankan, serta penyempurnaanfungsipengawasan bank.
Arahkebijakanpengembangan industri perbankan
di masa datang
dilandasi
oleh visi
mencapai
suatusistem perbankanyangsehat,kuat,danefisien gunamenciptakankestabilan sistem keuangandalamrangkamembantu mendorongpertumbuhanekonomi nasional.
2.2.5 Organisasi

Dalam
melaksanakan tugas dan wewenangnya Bank
Indonesia dipimpin oleh Dewan Gubernur. Dewan ini terdiri atas seorang Gubernur sebagai pemimpin, dibantu oleh
seorang Deputi Gubernur Senior sebagai wakil, dan sekurang-kurangnya empat atau
sebanyak-banyaknya tujuh Deputi Gubernur. Masa jabatan Gubernur dan Deputi
Gubernur selama-lamanya 5 tahun, dan mereka hanya dapat dipilih untuk
sebanyak-banyaknya 2 kali masa tugas.
·
Pengangkatan
dan Pemberhentian Dewan Gubernur
Gubernur,
Deputi Gubernur Senior, dan Deputi Gubernur diusulkan dan diangkat oleh
Presiden dengan persetujuan DPR. Calon Deputi Gubernur diusulkan oleh Presiden
berdasarkan rekomendasi dari Gubernur Bank Indonesia. (vide Pasal 41 UU
No.3 Tahun 2004 yang mengubah UU No.23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia).
Anggota Dewan Gubernur Bank Indonesia tidak dapat diberhentikan oleh Presiden,
kecuali bila mengundurkan diri, terbukti melakukan tindak pidana kejahatan,
tidak dapat hadir secara fisik dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan berturut-turut
tanpa alasan yang dapat dipertanggungjawabkan, dinyatakan pailit atau tidak
mampu memenuhi kewajiban kepada kreditur, atau berhalangan tetap.
·
Pengambilan
Keputusan
Sebagai suatu forum pengambilan keputusan tertinggi, Rapat Dewan Gubernur (RDG)
diselenggarakan sekurang-kurangnya sekali dalam sebulan untuk menetapkan
kebijakan umum di bidang moneter, serta
sekurang-kurangnya sekali dalam seminggu untuk melakukan evaluasi atas
pelaksanaan kebijakan moneter atau menetapkan kebijakan lain yang bersifat
prinsipil dan strategis. Pengambilan keputusan dilakukan dalam Rapat Dewan Gubernur, atas dasar
prinsip musyawarah demi mufakat. Apabila mufakat tidak tercapai, Gubernur
menetapkan keputusan akhir.
Sejak dibentuk, orang-orang yang terpilih sebagai
Gubernur BI, sebagai berikut:
2.2.6 Hubungan kelembagaan
·
Kedudukan bank indonesia sebagai
lembaga negara
Dilhat dari sistem ketatanegaraan Republik Indonesia,
kedudukan BI sebagai lembaga negara yang independen tidak sejajar dengan
lembaga tinggi negara seperti Dewan Perwakilan Rakyat, Badan Pemeriksa
Keuangan, dan Mahkamah Agung. Kedudukan BI juga tidak sama dengan Departemen
karena kedudukan BI berada di luar pemerintahan. Status dan kedudukan yang
khusus tersebut diperlukan agar BI dapat melaksanakan peran dan fungsinya
sebagai Otoritas Moneter secara lebih efektif dan efisien. Meskipun BI
berkedudukan sebagai lembaga negara independen, dalam melaksanakan tugasnya, BI
mempunyai hubungan kerja dan koordinasi yang baik dengan DPR, BPK, Pemerintah
dan pihak lainnya.
Dalam hubungannya dengan Presiden dan DPR, BI setiap
awal tahun anggaran menyampaikan informasi tertulis mengenai evaluasi
pelaksanaan kebijakan moneter dan rencana kebijakan moneter yang akan datang. Khusus
kepada DPR, pelaksanaan tugas dan wewenang setiap triwulan dan sewaktu-waktu
bila diminta oleh DPR. Selain itu, BI menyampaikan rencana dan realiasasi
anggaran tahunan kepada Pemerintah dan DPR. Dalam hubungannya dengan BPK, BI
wajib menyampaikan laporan keuangan tahunan kepada BPK.
·
Hubungan BI dengan Pemerintah :
Hubungan Keuangan
Dalam hal hubungan keuangan dengan Pemerintah, Bank
Indonesia membantu menerbitkan dan menempatkan surat-surat hutang negara guna
membiayai Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tanpa diperbolehkan
membeli sendiri surat-surat hutang negara tersebut.
Bank Indonesia juga bertindak sebagai kasir Pemerintah
yang menatausahakan rekening Pemerintah di Bank Indonesia, dan atas permintaan
Pemerintah, dapat menerima pinjaman luar negeri untuk dan atas nama Pemerintah
Indonesia.
Namun demikian, agar pelaksanaan tugas Bank Indonesia
benar-benar terfokus serta agar efektivitas pengendalian moneter tidak
terganggu, pemberian kredit kepada Pemerintah guna mengatasi deficit spending
- yang selama ini dilakukan oleh Bank Indonesia berdasarkan undang-undang yang
lama - kini tidak dapat lagi dilakukan oleh Bank Indonesia.
·
Hubungan BI dengan Pemerintah :
Independensi dalam Interdependensi
Meskipun Bank Indonesia merupakan lembaga negara yang
independen, tetap diperlukan koordinasi yang bersifat konsultatif dengan
Pemerintah, sebab tugas-tugas Bank Indonesia merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari kebijakan-kebijakan ekonomi nasional secara keseluruhan.
Koordinasi di antara Bank Indonesia dan Pemerintah
diperlukan pada sidang kabinet yang membahas masalah ekonomi, perbankan dan
keuangan yang berkaitan dengan tugas-tugas Bank Indonesia. Dalam sidang kabinet
tersebut Pemerintah dapat meminta pendapat Bank Indonesia.
Selain itu, Bank Indonesia juga dapat memberikan
masukan, pendapat serta pertimbangan kepada Pemerintah mengenai Rancangan APBN
serta kebijakan-kebijakan lain yang berkaitan dengan tugas dan wewenangnya.
Di lain pihak, Pemerintah juga dapat menghadiri Rapat
Dewan Gubernur Bank Indonesia dengan hak bicara tetapi tanpa hak suara. Oleh
sebab itu, implementasi independensi justru sangat dipengaruhi oleh kemantapan
hubungan kerja yang proporsional di antara Bank Indonesia di satu pihak dan
Pemerintah serta lembaga-lembaga terkait lainnya di lain pihak, dengan tetap
berlandaskan pembagian tugas dan wewenang masing-masing.
·
Kerjasama BI dengan Lembaga Lain
Menyadari pentingnya dukungan dari berbagai pihak bagi
keberhasilan tugasnya, BI senantiasa bekerja sama dan berkoordinasi dengan
berbagai lembaga negara dan unsur masyarakat lainnya. Beberapa kerjasama ini
dituangkan dalam nota kesepahaman (MoU), keputusan bersama (SKB), serta
perjanjian-perjanjian, yang ditujukan untuk menciptakan sinergi dan kejelasan
pembagian tugas antar lembaga serta mendorong penegakan hukum yang lebih
efektif.
Beberapa
Kerjasama dimaksud adalah dengan pihak-pihak sbb :
1.
Departemen Keuangan (MoU tentang
Mekanisme Penetapan Sasaran, Pemantauan, dan Pengendalian Inflasi di Indonesia,
MoU tentang BI sebagai Process Agent di bidang pinjaman dan hibah luar negeri
Pemerintah, SKB tentang Penatausahaan Penerbitan Surat Utang Negara (SUN) dalam
rangka penyehatan perbankan)
2.
Kejaksaan Agung & Kepolisian
Negara : SKB tentang kerjasama penanganan tindak pidana di bidang perbankan
3.
Kepolisian Negara RI dan Badan
Intelijen Negara : MoU tentang Pemberantasan uang palsu
4.
Menkokesra, Kementrian Koperasi dan
UKM : MoU bidang Pemberdayaan dan Pengembangan UMKM
5.
Perhimpunan Pedagang SUN (Himdasun)
: MoU tentang Penyusunan Master Repurchase Agreement (MRA)
2.2.7 Perpustakaan
Nam et ipsa
Scientia Potesta Est" atau Knowledge is Power
adalah ungkapan dari Francis Bacon yang seringkali digunakan untuk
menggambarkan peran dan manfaat dari pengetahuan. Kebutuhan manusia akan pengetahuan dapat
disamakan seperti halnya kebutuhan akan air, udara dan matahari… dan
perpustakaan hadir untuk melayani kebutuhan tersebut… termasuk Perpustakaan
Bank Indonesia yang hadir untuk melayani kebutuhan Anda akan pengetahuan.
Koleksi Perpustakaan Bank Indonesia ditujukan untuk memenuhi kebutuhan Anda
akan referensi bahan pustaka…… dengan koleksi inti mencakup bidang tugas Bank
Indonesia yaitu bidang Moneter, Perbankan, dan Sistem Pembayaran….. tanpa
melupakan kebutuhan Anda akan materi lainnya seperti agama, psikologi,
kesehatan, fiksi, dan lain-lain.
Koleksi
Perpustakaan Bank Indonesia saat ini terdiri atas + 45.000
judul Buku, + 400 judul publikasi Periodikal dan 2 jurnal on-line
(JSTOR, ProQuest, Emerald dan SpringerLink), serta koleksi digital +2500. CD/VCD.
Koleksi Periodikal mencakup publikasi Bank Indonesia, lembaga pemerintah dan
lembaga keuangan internasional.
Perpustakaan Bank Indonesia memiliki kliping berita yang terkait
dengan bidang tugas Bank Indonesia dari sejumlah harian dengan tahun penerbitan
sejak 1998 sampai terkini.
2.2.8 Museum
·
Latar Belakang Pendirian
Museum Bank Indonesia
Bank Indonesia
(BI) sebagai bank sentral merupakan lembaga yang sangat vital dalam kehidupan
perekonomian nasional karena kebijakan-kebijakan yang ditempuh oleh BI akan
memiliki dampak yang langsung dirasakan oleh masyarakat. BI, yang didirikan
pada tanggal 1 Juli 1953, telah lebih dari setengah abad melayani kepentingan
bangsa. Namun, masih banyak masyarakat yang tidak mengenal BI, apalagi memahami
kebijakan-kebijakan yang pernah diambilnya, sehingga seringkali terjadi salah
persepsi masyarakat terhadap BI. Masyarakat sering memberikan penilaian negatif
terhadap BI karena tidak cukup tersedianya data atau informasi yang lengkap dan
akurat yang dapat diakses dan dipahami dengan mudah oleh masyarakat.
Usia
setengah abad lebih ini akan semakin panjang lagi apabila diperhitungkan juga
peran dari pendahulunya, yaitu De Javasche Bank (DJB) yang didirikan pada tahun
1828 atau 177 tahun yang lalu. Sementara itu, gedung BI Kota yang dulu dibangun
dan digunakan oleh DJB, kemudian dilanjutkan pemakaiannya oleh BI dan saat ini
praktis kosong tidak digunakan lagi, merupakan gedung yang mempunyai nilai
sejarah tinggi yang terancam kerusakan apabila tidak dimanfaatkan dan
dilestarikan. Pemerintah telah menetapkan bangunan tersebut sebagai bangunan
cagar budaya. Di samping itu, BI juga memiliki benda-benda dan dokumen-dokumen
bersejarah yang perlu dirawat dan diolah untuk dapat memberikan informasi yang
sangat berguna bagi masyarakat.
Dilandasi
oleh keinginan untuk dapat memberikan pengetahuan kepada masyarakat mengenai
peran BI dalam perjalanan sejarah bangsa, termasuk memberikan pemahaman tentang
latar belakang serta dampak dari kebijakan-kebijakan BI yang diambil dari waktu
ke waktu secara objektif, Dewan Gubernur BI telah memutuskan untuk membangun
Museum Bank Indonesia dengan memanfaatkan gedung BI Kota yang perlu
dilestarikan. Pelestarian gedung BI Kota tersebut sejalan dengan kebijakan
Pemerintah Daerah Khusus Ibukota Jakarta yang telah mencanangkan daerah Kota
sebagai daerah pengembangan kota lama Jakarta. Bahkan, BI diharapkan menjadi
pelopor dari pemugaran/revitalisasi gedung-gedung bersejarah di daerah Kota.
Hal
inilah yang antara lain menjadi pertimbangan munculnya gagasan akan pentingnya
keberadaan Museum Bank Indonesia, yang diharapkan menjadi suatu lembaga tempat
mengumpulkan, menyimpan, merawat, mengamankan, dan memanfaatkan aneka benda
yang berkaitan dengan perjalanan panjang BI. Saat ini memang telah ada beberapa
museum yang keberadaannya mempunyai kaitan dengan sejarah BI, namun
museum-museum tersebut masih belum dimanfaatkan secara optimal oleh masyarakat.
Selain itu, gagasan untuk mewujudkan Museum Bank Indonesia juga diilhami oleh
adanya beberapa museum bank sentral di negara lain, sebagai sebuah lembaga yang
menyertai keberadaan bank sentral itu sendiri.
·
Tujuan Pendirian Museum
Bank Indonesia
Guna
menunjang pengembangan kawasan kota lama sebagai tujuan wisata di DKI Jakarta,
maka sangat tepat apabila gedung BI Kota yang telah ditetapkan sebagai bangunan
cagar budaya oleh pemerintah, dimanfaatkan menjadi Museum Bank Indonesia.
Keberadaan museum ini nantinya diharapkan dapat seiring dan sejalan dalam
mendorong perkembangan sektor pariwisata bersama museum-museum lain yang saat
ini sudah ada di sekitarnya, seperti Museum Fatahillah, Museum Wayang, Museum
Keramik, dan Museum Bahari di daerah Pasar Ikan. BI mengharapkan bahwa
keberadaan Museum Bank Indonesia akan berarti terwujudnya suatu museum bank
sentral di Indonesia, yang mempunyai misi untuk mencari, mengumpulkan,
menyimpan, dan merawat benda-benda maupun dokumen bersejarah yang saat ini
dimiliki, sehingga menjadi suatu sosok yang mempunyai nilai dan arti penting
bagi masyarakat. Hal ini hanya akan dapat terwujud apabila kita dapat
menyajikan semuanya dalam bentuk yang mampu memberikan informasi yang lengkap
dan runtut, sehingga mudah dimengerti dan dipahami oleh seluruh lapisan
masyarakat. Museum yang direncanakan ini juga diharapkan dapat menjadi wahana
pendidikan dan penelitian bagi masyarakat Indonesia maupun internasional
tentang fungsi dan tugas BI, di samping merupakan wahana rekreasi. Dengan
pencapaian tujuan-tujuan tadi, diharapkan fungsi humas dalam rangka membangun
citra (image building) BI sebagai bank sentral akan dapat berjalan dengan lebih
baik. Sesuai dengan fungsi BI, sosok museum yang direncanakan diharapkan dapat
menunjukkan karateristik BI secara menyeluruh, dilihat dari aspek-aspek
kelembagaan, moneter, perbankan, dan sistem pembayaran yang disusun secara
historikal perspektif. Sepenuhnya disadari bahwa rencana pembangunan museum ini
bukanlah suatu gagasan yang sederhana, melainkan suatu gagasan yang bersasaran
ganda. Dengan segala keterbatasan dan kendala yang ada, antara lain berkaitan
dengan tingkat apresiasi masyarakat Indonesia terhadap museum yang relatif
belum setinggi di negara-negara maju, proses perwujudan Museum Bank Indonesia
jelas membutuhkan keuletan dan ketelitian. Mengingat keterbatasan kemampuan dan
pengetahuan BI mengenai permuseuman, maka kerjasama dengan para ahli dari
berbagai bidang diperlukan untuk bersama-sama mewujudkan gagasan ini secara
menyeluruh dari tahapan konsep sampai dengan pelaksanaan fisik nantinya.
Sementara
persiapan pembangunan museum secara fisik terus dilakukan, Museum Bank
Indonesia disajikan dalam bentuk cyber museum. Dalam Cyber Museum Bank
Indonesia ini diceritakan mengenai perjalanan panjang BI dalam bidang
kelembagaan, moneter, perbankan, dan sistem pembayaran yang dapat diikuti dari
waktu ke waktu, sejak periode DJB hingga periode BI semasa berlakunya
Undang-Undang No.11 tahun 1953, Undang-Undang No.13 tahun 1968, Undang-Undang
No.23 tahun 1999, dan Undang-Undang No.3 tahun 2004 saat ini
2.3 Peran Bank Indonesia bagi Perekonomian Nasional
Membahasmasalahperanan Bank Indonesia
bagiperekonomiannasionaltidaklepaskaitannyadenganhubunganantaraekonomidenganpemerintah.DalamhalinidapatdilihatdalamUndang-Undang No. 23
Tahun 1999 adalahsebagaiberikut:
1.
Bertindaksebagaipemegangkaspemerintah.
2.
Untukdanatasnamapemerintah Bank Indonesia dapatmenerimapinjamanluarnegeri,
menatausahakansertamenyelesaikantagihandankewajibankeuanganpemerintahterhadappihakluarnegeri.
3.
Pemerintahwajibmemintapendapat Bank Indonesia danataumengundang Bank Indonesia
dalamsidangkabinetmembahasmasalahperekonomian, perbankandankeuangan yang
berkaitandengantugas Bank Indonesia danKewenangan Bank Indonesia.
4.
MemberikanpendapatdanpertimbangankepadapemerintahmengenaiRancanganAnggaranPendapatandanBelanja
Negara sertakebijakanlain yang berkaitandengantugasdanwewenang Bank Indonesia.
5.
Dalamhalpemerintahmenerbitkansurat-suratutangnegarapemerintahwajibterlebihdahuluberkonsultasidengan
Bank Indonesia
danpemerintahjugawajibterlebihdahuluberkonsultasidenganDewanPerwakilan Rakyat.
6.
Bank Indonesia dapatmembantudalampenerbitansuratutangnegara yang
diterbitkanpemerintah.
7.
Bank Indonesia dilarangmemberikatkreditkepadapemerintah.Dari
pemaparankonsephubungan Bank Indoneisadenganpemerintah di
atassangatlahjelasterlihatperan Bank Indonesia
bagiperekonomianNasional.Misalkan Bank Indonesia dikatakansebagaiagenpembangunankarenamengingatmasalahsejarahawalmulamunculnya
Bank Indonesia terletakpadamasapengembanganbangsa Indonesia.Selaindaripadaitu,
Bank Indonesia jugamerupakansalahsatupengarahdana,
menunjangkebijaksanaanpembangunan, mendorongperkembanganusahakecildankreditkhusus
di AlamDeregulasi.Bank Indonesia
dalammenunjangkebijaksanaanpembangunantertuangdalampasal 7 ayat 2 Undang-Undang
No. 13 Tahun 1968
adalahmendorongkelancaranproduksidanpembangunansertamemperluaskesempatankerjagunameningkatkantarafhiduprakyat.
No comments:
Post a Comment